Saturday, January 6, 2007

Minta KHL Sesuai Permenaker

27 November 2006
* Serikat Pekerja dan Buruh Batam
* KHL Jadi Rp 1,176 juta


Batam, Tribun -- Serikat pekerja dan buruh (SPSI, SPMI, dan SBSI) Kota Batam mengingatkan Wali Kota Batam untuk menegaskan bila nilai kebutuhan hidup layak (KHL) Batam 2007 harus sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker). Para serikat pekerja dan buruh ini pun sepakat akan menggugat atau mem-PTUN-kan wali kota, bila saja penetapan KHL tidak sesuai dengan amanah menteri tenaga kerja tersebut. Peraturan tentang penentuan KHL ini tertuang dalam Permen 17/VIII/2005.

"Dalam Permenaker pasal 3 ayat 5 menyebutkan survei KHL itu dilakukan dengan menggunakan ketentuan kebutuhan hidup yakni sewa satu kamar untuk satu orang. Jadi bukan satu kamar untuk dua orang," ujar Anto Sujanto, Juru Bicara Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam kepada Tribun, Minggu (26/11).

Menurut Anto mengenai KHL, serikat pekerja dan buruh telah memiliki satu suara untuk tetap dengan pendiriannya. Kendati demikian Anto menyebutkan Dinas Tenaga Kerja Kota Batam dan Apindo Batam justru bersikukuh untuk tetap menerapkan sewa kamar dengan satu kamar untuk dua orang sehingga muncul dua persepsi yang berbeda antara pekerja, pengusaha dan serta Disnaker.

Bila mengacu terhadap peraturan tersebut lanjutnya angka KHL yang semula hanya Rp 1.026.000 karena sewa kamar dipangkas menjadi setengah, diperkirakan menjadi Rp 1.176.793, atau naik sekitar Rp 50 ribu dari KHL berdasarkan hasil survei November 2006 tersebut.

Ia mengakui mengenai penetapan KHL hingga saat ini memang belum ada titik terang. Tripartit yang terdiri dari Disnaker, Apindo, dan serikat pekerja dan buruh masih belum sepakat. Artinya, pembahasan mengenai UMK tentang item KHL masih ngambang.

Mengingat UMK harus tuntas 40 hari sebelum 1 Januari 2007, ada kemungkinan pembahasan UMK akan molor atau malah deadlock (jalan buntu). Anto tak membantah. "Kalau kita belum sepakat dengan angka KHL itu, kita belum akan lanjutkan mengenai pembahasan UMK," tegasnya.

Menurut Anto, nilai KHL ini akan sangat berarti dalam menentukan nilai UMK nantinya. Begitu juga bila nilai UMK harus jatuh ke tangan Gubernur Provinsi Kepri justru akan lebih berpengaruh karena bukan tidak mungkin, gubernur berpatokan salah satunya pada hasil survei KHL tersebut.

"Pokoknya kita semua serikat pekerja dan buruh tidak setuju, kalau nilai KHL tidak sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam permen," jelasnya. Belum lama ini hasil pembahasan UMK baru mendapatkan angka Rp 8.047.000. Sedangkan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Batam mengusulkan Rp 920 ribu, kemudian Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Batam dan Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) menginginkan UMK senilai RP 1.026.000.

"Kalau pembahasan UMK deadlock ,UMK akan ditetapkan gubernur," tegas Anto. Wali Kota Batam Ahmad Dahlan ketika dikonfirmasi terkait usulan serikat pekerja dan buruh tentang KHL, tidak dapat dihubungi.

Beberapa waktu lalu Komisi IV DPRD Kota Batam yang menangani permasalah tenaga kerja, juga mengusulkan agar wali kota menetapkan surat keputusan (SK) untuk menetapkan KHL. Pasalnya ada beberapa item yang dianggap tidak relevan dengan kondisi riil di lapangan. Seperti kebutuhan para pekerja akan air yang hanya dicantumkan 2 meter kubik per bulan, dan kamar yang pada hakikatnya satu orang satu kamar menjadi satu kamar dua orang. "Kita minta undur pembahasan UMK hingga nilai KHL ini bisa ditetapkan wali kota," ujar Karles Sinaga, anggota Komisi IV DPRD Batam. (zur)

No comments: