Saturday, April 21, 2007

150 Orang Karyawan PT Amtek Mengadu ke DPRD

150 Orang Karyawan PT Amtek Mengadu ke DPRD PDF Cetak E-mail
Sabtu, 21 April 2007
BATAM(BP) - Karena merasa mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan Undang-undang Tenaga Kerja No 13 Tahun 2003, sebanyak 150 karyawan PT Amtek Batam Plastic mengadu ke Komisi I DPRD Kota Batam.

Mereka mengadukan nasib ke Ketua Komisi I, Ruslan Kasbulatov, karena PT Amtek tempatnya bekerja tidak mengangkat karyawan secara permanen. Manajemen perusahaan itu juga telah memecat enam karyawannya yang terlibat dalam organisasi buruh dengan menggunakan surat pos.


Agus Siswanto, koordinator karyawan yang melakukan mogok kerja selama empat hari itu berharap, pihak seperti Dinas Tenaga Kerja Batam, perusahaan dan lembaga DPRD bisa mencarikan solusi atas kejadian yang menimpa sejumlah karyawan.


”Kita diperlakukan secara tidak adil. Setelah kontrak ke dua langsung bekerja tanpa libur. Seharusnya libur dulu baru dipekerjakan kembali untuk persiapan kontrak ketiga. Kita malah disubkontrakkan ke pekerjaan lain masih dalam satu perusahaan,” ujar Agus Siswanto kepada Batam Pos kemarin.


Tindakan itu, kata Agus, hanya akal-akalan dari perusahaan untuk tidak menerapkan Undang-undang Tenaga Kerja. ”Seharusnya, karyawan setelah kontrak ketiga harus permanen. Dengan disubkontrakkan, berarti hitungan masa kerja karyawan belum mencapai tiga kali kontrak. Kita akan terus menjadi karyawan dengan sistem kontrak. Tak merasakan karyawan dengan status permanen,” jelasnya.


Ruslan ketika dikonfirmasi wartawan mengatakan, akan segera mencarikan solusi mengenai masalah ini. ”Kita akan mengundang pihak perusahaan untuk menjelaskan perkara ini. Dan kita minta juga kepada karyawan yang melakukan mogok kerja supaya bekerja kembali,” ujar politisi dari PDIP ini.


Dikatakan Ruslan, permasalahan perburuhan di Batam harus dicarikan jalan keluar yang sama-sama menguntungkan semua pihak. ”Jangan tenaga kerja terus dirugikan,” terangnya. (cr9)

Pirma: Giken Tak Akan Tutup

Pirma: Giken Tak Akan Tutup PDF Cetak E-mail
Jumat, 20 April 2007
SPSI: Perlu Ada Proteksi untuk Karyawan
BATAM (BP)
- Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Kota Batam, Pirma Marpaung menegaskan PT Giken tidak akan menutup usahanya di Batam. Lembaga Tripartit Kota Batam sudah melakukan peninjauan dan bertemu dengan pihak manajemen PT Giken. ”Informasi Giken mau tutup meresahkan. Tak benar mereka mau tutup,” kata Pirma, Kamis (19/4) di kantornya.

Ia mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan manajemen PT Giken. Manajemen Gikan, kata Pirma, membantah perusahaannya terbelit masalah. ”Saya heran juga kok gencar sekali Giken dibilang mau tutup. Ini kan bisa meresahkan pekerja. Ujung-ujungnya iklim investasi terganggu,” ujarnya.


Ditambahkannya, kalau Giken mau tutup pihaknya takkan tinggal diam dalam melindungi nasib pekerja. ”Jangan samakan Giken dengan perusahaan lain yang sudah tutup dan bermasalah. Pihak manajemen perusahaan menjamin perusahaannya sehat dan takkan tutup,” paparnya.


Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kota Batam, Syamsul Bahrum juga menegaskan hal yang sama. Sampai saat ini, kata dia, belum ada laporan dari manajmen PT Giken Precicion Indonesia, kalau perusahaan itu akan koleps atau tutup. Termasuk soal utang-utang PT Giken yang membuat perusahaan itu terancam bangkrut seperti yang diberitakan oleh sejumlah media.


”Belum ada laporan. Laporan ke BPM juga belum ada. Bahkan, hasil pertemuan Disnaker dengan PT Giken, Jong Hoa (CBP) dan serikat pekerja di PT Giken belum lama ini tak ada menyebutkan kalau perusahaan itu akan tutup,’’ ujarnya.


Ia menegaskan, tidak ada kaitannya polemik antara PT CBP dengan mantan sekuritinya, dengan PT Giken. ”Jadi, tak ada kaitannya persoalan CBP lawan mantan sekuritinya dengan PT Giken. Kita (Pemko) juga berharap persoalan CBP dengan mantan sekuritinya jangan sampai mengorbankan PT Giken,’’ kata Syamsul.


Kabag Pemasaran Otorita Batam (OB), Tri Novianta Putra mengatakan, pernyataan yang menyebutkan Giken akan tutup, adalah hal yang cukup aneh. Padahal pihak manajemen perusahaan sendiri dalam pertemuan yang dilakukan dengan OB sudah jelas-jelas menegaskan mereka tidak akan tutup. ”Dalam pertemuan beberapa waktu lalu mereka sudah mengatakan tidak akan tutup, kenapa kita masih mengatakan mereka mau tutup,’’ katanya.


Lantas apa jaminan yang diberikan Giken sebagai tanda mereka tidak tutup, pria yang akrab dipanggil Novi ini mengatakan jaminan dalam berbentuk uang atau benda memang tidak ada. Meski demikian, pernyataan yang disampaikan manajemen perusahaan tidak akan tutup harus dinilai positif, menandakan mereka tetap berinvestasi di Batam. Apalagi, PT Giken adalah perusahaan yang berasal dari Jepang yang memiliki jaringan internasional. Biasanya perusahaan Jepang tidak mau main-main dalam menjalankan bisnis dan sangat menjaga nama baik perusahaan mereka.


Informasi Giken mau tutup tak membuat karyawannya resah. Malahan mereka heran dengan pemberitaan media massa yang menyebut tempatnya bekerja akan tutup. Setidaknya ini tergambar di Rumah Susun (Rusun) Bida Ampar, Batuampar yang mayoritas penghuninya karyawan Giken. ”Kalau Giken tutup, tentunya rusun ini jadi sepi. Tak ada masalah kok di perusahaan, malahan kerjaan semakin banyak,” kata Iman Hutagaol, penghuni rusun yang sudah delapan tahun bekerja di Giken.


Karyawan Giken lain, Maruli juga tak yakin Giken mau tutup. Alasannya, kalau perusahaan akan tutup, dipastikan banyak karyawannya yang pindah ke perusahaan lain. ”Sekarang kita bekerja seperti biasa,” ujar Ruli yang sudah lima tahun kerja di Giken.

Disatukan di Malaysia

Secara terpisah, Ketua Serikat pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batam Edwin Haryono kepada Batam Pos, Kamis (19/4) mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan SPSI, pihaknya mendapatkan informasi dari sumber yang valid, bahwa proyek yang saat ini dikerjakan oleh PT Giken dan beberapa perusahaan elektronik lainnya di Batam, akan disatukan pengerjaannya di perusahaan elektronik di Malaysia.

”Direncanakan tahun ini, proyek pengerjaan komponen elektronik yang saat ini dikerjakan di beberapa elektronik di Batam, termasuk yang dikerjakan oleh Giken akan disatukan pengerjaannya di Malaysia,’’ ungkap Edwin.


Namun, ia lupa nama perusahaan pengorder pengerjaan komponen elektronik yang saat ini dikerjakan oleh Giken dan beberapa perusahaan elektronik lainnya di Batam. ”Saya dapat informasinya dari sumber yang dapat dipercaya. Kami sengaja melakukan penelusuran ini mengingat karyawan PT Giken adalah bagian dari kami. Mereka semua anggota SPSI. Informasi yang kami dapat juga, karyawan Giken tidak akan ada lagi perpanjangan kontrak,’’ ujar Edwin. (dea/nur/bni)

6 Karyawan PT Amtek Langsung Di-PHK

20 April 2007
6 Karyawan PT Amtek Langsung Di-PHK
*Surat Pemecatan Dikirim Lewat Pos
*Eks Karyawan: Akan Dibawa ke Jalur Hukum

Batam, Tribun - Malang benar nasib enam karyawan PT Amtek Plastic Batam. Bertindak sebagai penyuara kepentingan sesama karyawan, imbasnya mendapatkan surat pemutusan hubungan kerja (PHK), alias pemecatan dari perusahaan. Uniknya pemecatan tersebut tidak disertai pemberian pesangon. Bahkan, surat pemberitahan PHK hanya dikirimkan lewat pos kilat.

Keenam karyawan tersebut merupakan karyawan permanen PT Amtek yang sudah memiliki posisi sebagai supervisor hingga koordinator. Mereka adalah Ahmad Jais (supervisor produksi), Bagus Nurcahyo (supervisor QA), Sugiyatno (fasilitity coordinator engineering), Indra Jaya (maintanance), Herry Effendy (senior teknisi), dan Agus Siswanto (supervisor).

Penyebab utama pemecatan karena keenam karyawan tersebut selama ini dikenal sebagai pekerja yang vokal menyuarakan kepentingan seluruh karyawan PT Amtek. Mereka juga dianggap sebagai motor penggerak yang menuntut peningkatan status dari outsourching (kontrak) menjadi karyawan permanen. Puncaknya, mereka dianggap mengkoordinir karyawan PT Amtek yang berjumlah 300 orang untuk mogok kerja selama empat hari, terhitung tanggal 9,17,18, dan 19 April.

Dari surat PHK yang ditandatangani General Manager PT Amtek Chua Peng Swee tertanggal 17 April 2007, tertulis tiga hal penyebab pemecatan enam karyawan itu. Pertama, karena keenam karyawan pada Sabtu (14/4) memasang pengumuman di wilayah perusahaan tanpa memberitahukan pihak manajemen. Isi pengumuman tersebut mengajak pertemuan seluruh karyawan guna melakukan aksi perlawanan terhadap perusahaan.

Penyebab kedua, tetap melakukan aksi mogok kerja pada Selasa (17/4) di wilayah perusahaan. Dan hal ini dinilai oleh manajemen tidak sesuai dengan ketentuan dan kesepakatan awal yang berlangsung Senin (16/4). Yakni masalah tuntutan akan diserahkan sepenuhnya kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).

Selain itu, manajemen menilai pemberitahuan aksi mogok baru diinformasikan kepada perusahaan sehari sebelum aksi. Keenam karyawan dinilai mengajak dan memaksa karyawan PT Amtek untuk melakukan aksi mogok kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga menyebabkan kegiatan produksi terhenti, dan merugikan perusahaan.

Dalam surat PHK juga disebutkan keputusan pemecatan disebabkan aktivitas pelanggaran berat, sehingga perusahaan tidak berkewajiban membayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Perusahaan hanya akan membayar sisa gaji terhitung tanggal 26 Maret sampai 16 April 2007.

Akibat surat pemecatan tersebut, keenam karyawan tidak diperbolehkan lagi masuk ke lokasi PT Amtek oleh sekuriti perusahaan.

Meskipun keenam karyawan dipecat, tetapi aksi mogok pekerja di PT Amtek kemarin, Kamis (19/4) masih terus berlanjut. Namun, mereka tidak lagi menggelar tenda di luar pagar perusahaan, melainkan hanya duduk-duduk di perkarangan perusahaan.

Menurut Ahmad Jais, dirinya menerima surat pemberitahuan pemecatan tersebut melalui pengiriman pos kilat pada Rabu sore (18/4), sekitar pukul 16.00 WIB. "Saya kaget menerima surat pemecatan ini. Tanpa ada pemberitahuan apapun, tahu-tahu surat datang lewat pos," aku Ahmad.

Perasaan serupa juga dialami kelima karyawan lainnya. "Kok seenaknya saja perusahaan memecat kami. Kami akan membawa masalah ini ke jalur hukum," tambah Agus yang ditemui Tribun di kantin Kawasan Industri Citra Buana 3.

Selain akan menuntut pemecatan yang tidak prosedural, keenam karyawan akan tetap menuntut pesangon dan tidak menerima sisa gaji, meskipun perusahaan telah mentransfer uang tersebut ke rekening masing-masing karyawan.

"Saya sudah lihat ATM dan memang ada transfer uang gaji dari perusahaan. Tapi kami tidak mau terima uang itu, kami akan tuntut perusahaan karena melakukan pemecatan tanpa prosedur," tambah Bagus. (nix)

Isu Giken Jangan Dilihat Sepihak

Isu Giken Jangan Dilihat Sepihak PDF Cetak E-mail
Kamis, 19 April 2007
BATAM (BP) - Pernyataan Kabag Humas dan Publikasi Otorita Batam (OB) Dwi Djoko Wiwoho bahwa PT Giken Precicion Indonesia di Kawasan Industri Citra Buana Park II, tidak akan hengkang sedikit banyaknya bisa memberikan ketenangan pada karyawan perusahaan itu dan keluarganya.

Namun, pernyataan itu sebaiknya dilihat tidak hanya sepihak atau dari pihak Giken dan Citra Buana Prakarsa saja, perlu kros cek ke asosiasi pengusaha yang ada di Singapura.


”Kita perlu belajar dari kejadian PT Singacom, Singamit, Bulpakindo dan Livatech. Awalnya banyak yang mengatakan tak akan hengkang, tapi kenyataanya mereka hengkang. Menurut kami, perlu ada kros cek ke level tertinggi PT Giken di Singapura,” ujar Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batam, Edwin Haryono kepada Batam Pos, Rabu (18/4) di Batam Centre.


Edwin menambahkan, OB bisa memanfaatkan jaringannya yang ada di Singapura. Bisa kros cek ke Singapore National Employer Federation (SNEF), sejenis Apindo-nya Singapura atau melalui IDB serta instrumen lainnya yang memiliki data yang akurat tentang kondisi perusahaan-perusahaan kerjasama Singapura yang ada di Batam.


Meskipun manajemen Giken di Batam mengatakan bahwa perusahaan itu tak akan hengkang, namun pengambil kebijakan tertinggi bukan di Batam, melainkan bos mereka yang di Singapura. Jika pengambil kebijakan tertinggi di Giken mengatakan tidak hengkang, juga harus ada jaminan. Bisa berupa jaminan finansial yang didepositkan ke bank pemerintah, sehingga sewaktu-waktu dana itu bisa dicairkan untuk membayarkan gaji karyawan, jika Giken benar-benar tutup, suatu saat. Bukan hanya tehadap Giken, perusahaan serupa lainnya juga perlu melakukan hal ini, khususnya yang hanya menyewa gedung dan mesin.


Perlunya jaminan finansial itu, kata Edwin, mengingat beberapa perusahaan yang hengkang diam-diam, tidak mampu melunasi kewajiban mereka kepada karyawannya. Contoh nyata Singamit, Singacom, Bulpakindo dan Livatech. Kalaupun ada aset yang bisa dilelang, prosesnya rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Apalagi, rata-rata aset berupa gedung dan mesin-mesin umumnya sudah diagunkan ke bank. Selain itu, mesin-mesin belum tentu ada yang mau membelinya, karena perkembangan teknologi di bidang elektronik begitu cepat. Mesin-mesin produksi juga harus menyesuaikan.


”Apalagi kalau gedung dan mesin yang digunakan hanya sewa. Dengan mudahnya perusahaan itu hengkang. Jadi, sebelum itu terjadi, perlu ada proteksi bagi karyawan,” katanya.


Ditanya bukankah hal itu memberatkan investor, Edwin menilai, kelihatannya memberatkan. Namun, sesungguhnya akan bisa memicu semangat kerja karyawan, mengingat mereka tak akan dibayang-bayangi rasa takut tidak mendapatkan haknya saat perusahaan itu tutup atau hengkang.


Sementara itu, HR Manager PT Giken, Syamsudin, yang ditanya benarkah PT Giken tidak akan hengkang seperti yang dikatakan oleh Kabag Humas dan Publikasi Otorita Batam Dwi Djoko Wiwoho, untuk sementara belum bisa memberikan keterangan. ”Akan saya diskusikan dulu dengan ke direktur kami. Segera kami hubungi setelah ada konfirmasi,” jawabnya melalui pesan pendek (SMS). (nur)

Empat Tahun Bekerja Masih Kontrak

19 April 2007
Karyawan PT Amtek Mogok Kerja
KEGIATAN industri PT Amtek Platic Batam yang terletak di Kawasan Industri Citra Buana 3 Batam Centre lot 11, berhenti total. Sebab, seluruh karyawan pabrik plastik tersebut, mogok kerja dan menuntut manajemen untuk meningkatkan status mereka dari karyawan kontrak menjadi karyawan permanen.

Jumlah keseluruhan karyawan yang mogok sekitar 300 orang yang semuanya berstatus sebagai outsourching (kontrak), dan bekerja sebagai operator pabrik. Dengan mogoknya seluruh karyawan, PT Amtek tidak bisa memproduksi apapun di hari kemarin.

Para karyawan hanya duduk-duduk di depan pagar pabrik mulai pukul 07.00 WIB sampai sore hari. Mereka membangun tenda ala kadarnya sebagai tempat berteduh dari teriknya matahari.

Menurut Agus Siswanto, Koordinator Aksi, dari 300 jumlah karyawan, hanya 10 orang yang tetap bekerja seperti biasa karena mereka bukan operator melainkan staf kantor. Selain 10 orang tersebut, beberapa karyawan juga masih beritikad baik mengantarkan order barang ke costumer PT Amtek.

"Seluruh operator mogok kerja. Tidak ada kerja apapun hari ini, kecuali pekerja administrasi dan beberapa orang yang bertugas antar barang. Kami sengaja meminta karyawan antar barang agar tidak merusak hubungan Amtek dengan konsumen. Itulah itikad baik kami di tengah kami menuntut status permanen," ujar Agus yang juga menjabat Sekretaris 3 SPSI Batam ketika ditemui Tribun di sela-sela aksi mogok kerja.

Aksi protes karyawan Amtek, ternyata bukan untuk kali pertama, melainkan sudah yang ketiga kalinya. Gerakan pertama dan kedua dilakukan pada tanggal 8 dan 17 April lalu. Namun, mereka melakukannya di dalam pagar gedung.

"Hari ini kami terpaksa gelar aksi di luar pagar karena kami memang tidak diperbolehkan masuk oleh Satpam. Kami juga dilarang mengisi absen. Saat gerakan pertama dan kedua, kami masih dibiarkan mengisi absen," terang seorang pekerja Amtek.

Sementara itu, seluruh lokasi pabrik PT Amtek memang terlihat dijaga ketat Satpam perusahaan. Tak seorang pun yang berkepentingan diperbolehkan memasuki halaman pabrik, termasuk wartawan. Yang diperkenankan masuk hanyalah manajemen, dan pihak kepolisian yang ikut menjaga keamanan di industri tersebut.

Tak lama setelah aksi mogok, sekitar pukul 09.30 WIB, pihak manajemen mengeluarkan memo pemanggilan kerja kembali (recall to work) yang kedua. Memo bernomor 092/HRD_APB/IV/07 yang ditandatangani langsung General Manager PT Amtek Mr Chua Feng Swee, dan meminta para karyawan yang melakukan aksi mogok kerja agar kembali bekerja seperti biasa.

Dalam surat tersebut juga dituliskan bahwa permintaan tersebut merupakan hasil risalah perundingan antara manajemen dengan perwakilan karyawan. Namun, para pekerja tetap pada sikap awal, mogok kerja sampai tuntutan mereka dikabulkan.

Dikatakan Agus, para karyawan melanjutkan aksi mogok Kamis (19/4) hari ini. Dan rencananya Jumat dan Sabtu akan masuk kerja seperti biasa, kemudian akan mogok kembali Senin (23/4) mendatang sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Ditambahkan, para karyawan sangat keberatan dengan sikap perusahaan yang tidak juga mengangkat karyawan kontrak menjadi permanen, meskipun mayoritas mereka sudah bekerja selama 4 tahun di bidang yang sama. Sementara gaji yang mereka dapatkan dari hasil kerja sebagai operator setiap bulannya rata-rata sebesar UMK (upah minimum kota) yakni Rp 860 ribu sampai Rp 900 ribu.

Sementara itu, ketika Tribun hendak mengkonfirmasi ke pihak manajemen, tak seorangpun yang bersedia ditemui. Beberapa sekuriti yang menyampaikan pesan Tribun kepada manajemen, tidak berapa lama kemudian membawa pesan balasan yang isinya manajemen PT Amtek belum mau ditemui karena masih menggelar rapat. (nix)

Tuntut Permanen, Mogok Kerja

Tuntut Permanen, Mogok Kerja PDF Cetak E-mail
Kamis, 19 April 2007
BATAM (BP) - Sekitar 300 pekerja atau karyawan PT Amtek Plastic Batam, menggelar aksi mogok kerja di kawasan industri Citra Buana III, Batam Centre, Rabu (18/4) siang. Mereka menuntut status permanen untuk pekerja yang masa kerjanya telah tiga tahun atau lebih.

Aksi yang digelar di depan pagar perusahaan ini, berlangsung damai dan diikuti para karyawan yang sebagian besar operator. Mereka mendirikan tiga buah tenda, untuk melindungi diri dari sengatan sinar matahari. Maklum, sebagian besar karyawan perusahaan di bidang plastic elektronic tersebut, perempuan. Di antara tiga tenda yang didirikan, terdapat juga berbagai spanduk dari kertas karton, bertuliskan sejumlah tuntutan.
Aksi ini sendiri, sudah yang kedua kalinya digelar. Sebelum itu,


mereka melakukan demo serupa pada 17 April lalu. ”Intinya, kami meminta kepada manajemen untuk mempermanenkan karyawan dan karyawati yang masa kerjanya sudah lebih dari tiga tahun. Kami akan terus menggelar demo hingga tuntutan kami dipenuhi,” kata Agus Siswanto, perwakilan pekerja PT Amtek.


Agus mengatakan, banyak karyawan PT Amtek yang dikontrak secara kontinyu selama tiga tahun berturut-turut. Padahal, kata dia, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, harus ada break (jeda) setidaknya satu bulan, sebelum kontrak ketiga disepakati oleh kedua belah pihak. Ada juga beberapa karyawan yang masih menyandang status karyawan kontrak, meski masa kerjanya sudah mencapai empat tahun dengan gaji standar Upah Minimum Kota (UMK).


Ia berpendapat, manajemen perusahaan yang berdiri pada tahun 2003 itu, enggan mempermanenkan karyawan di level bawah, alias operator. Manajemen, lanjut Agus, terkesan hanya mengutamakan status karyawan di bagian staf kantor. ”Kami sudah berulang kali menggelar perundingan lintas instansi termasuk melibatkan Disnaker dan manajemen perusahaan, tapi hasilnya nihil,” ungkap lelaki yang juga menjabat sebagai Sekretaris PUK Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Batam ini.


Atas aksi mogok kerja tersebut, manajemen PT Amtek melalui HRD mersepon dengan mengeluarkan surat panggilan kepada seluruh karyawan, agar kembali bekerja seperti biasa. Surat panggilan itu, merupakan surat kedua setelah sebelumnya, manajemen PT Amtek sudah melayangkannya pada demo pertama 17 April lalu.


Dalam surat yang ditandatangani General Manager PT Amtek, Mr Chua Peng Swee disebutkan, aksi mogok kerja itu tidak sesuai prosedur dan tidak mempunyai izin. Bahkan pihak Amtek juga mengaku telah menyerahkan permasalahan ini kepada pihak Disnaker untuk penyelesaiannya. Pihak perusahaan tidak akan membayarkan upah dan subsidi terhitung 17 hingga 18 April karena para karyawan ini, demo tanpa mengatongi izin dan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian.


Pihak manajemen PT Amtek juga mengatakan, sebelumnya telah diadakan pertemuan antara perwakilan pekerja dengan pihak manajemen. Dalam pertemuan itu telah diputuskan bahwa permasalahan ini akan diserahkan kepada pihak Disnaker.


Saat hendak dijumpai wartawan, petugas satpam yang berjaga mengatakan, kalau manajemen sedang tidak berada di tempat. Pun demikian ketika Batam Pos meminta konfirmasi kepada salah satu dari tiga pihak mewakili PT Amtek yang mengetahui permasalahan ini (seperti tertera dalam surat panggilan kedua), petugas Satpam mengatakan, manejemen sedang sibuk. ”Mereka tidak bisa diganggu,” katanya. (ros)

Giken Tidak Akan Tutup

Giken Tidak Akan Tutup PDF Cetak E-mail
Senin, 16 April 2007
BATAM (BP) - Kabag Humas dan Publikasi Otorita Batam (OB), Dwi Djoko Wiwoho mengatakan PT Giken tidak akan tutup. Kepastian ini diperoleh, setelah Otorita Batam (OB) menggelar pertemuan dengan pengelola Citra Buana Batam Industrial Park dan PT Giken, beberapa waktu lalu.

”Mereka mengatakan tidak ada rencana tutup atau hengkang dari Batam. Bahkan dalam pertemuan tersebut, pihak Giken menjelaskan rencana pengembangan perusahaan ke depan dengan melakukan pengiriman karyawan lokal ke luar negeri secara intensif. Pengiriman ini untuk memenuhi standar kriteria terhadap
order mendatang,” kata Djoko dalam rilis yang dikirim kepada Batam Pos, Senin (16/4).


Mengenai persoalan rencana penyitaan gedung yang ditempati PT Giken, Djoko mengatakan karena PT Giken adalah penyewa, maka perusahaan asing ini tidak terlibat sedikitpun dalam persoalan yang terjadi. Persoalan yang terjadi sepenuhnya antara PT Citra Buana Prakarsa dengan para karyawannya.


”Kita telah mendapat penjelasan resmi dari Citra Buana, bahwa proses pengadilan antara pihak Citra Buana Prakarsa dan para karyawannya masih dalam proses pengajuan kasasi di tingkah Mahkama Agung,” jelasnya.


Selain itu, pihak Citra Buana selaku pihak yang menyewakan lokasi ke PT Giken, telah memberikan jaminan kelangsungan perusahaan ini. ”Kita sudah mendapatkan kepastian pihak Citra Buana menjamin kelangsungan operasional PT Giken, jadi tidak benar PT Giken hengkang atau tutup,” tambahnya. (bni)

BPK: Izin TKA Bermasalah

BPK: Izin TKA Bermasalah PDF Cetak E-mail
Jumat, 13 April 2007
Dari Hasil Audit yang Diserahkan ke DPR
BATAM (BP)
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai pemberian izin kerja bagi tenaga kerja asing (TKA) oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, bermasalah. Setidaknya, berdasarkan hasil audit BPK yang diserahkan ke DPR baru-baru ini, sebanyak 271 Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang dikeluarkan Disnaker Kota Batam menyalahi ketentuan.

Dari hasil Pemeriksaan BPK atas Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Tahun Anggaran 2005-2006 pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Dinas Tenaga Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, diketahui bahwa berdasarkan Laporan Bulanan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) selama Tahun Anggaran (TA) 2005 dan TA 2006 (s.d. 30 Juni 2006) Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam telah menerbitkan 3.816 IMTA. Jumlah ini terdiri dari 2.831 IMTA untuk tahun 2005 dan 985 IMTA tahun 2006. Dari jumlah izin tersebut, pemasukan yang didapat, tahun 2005 sebesar 2.706.300 dolar AS dan tahun 2006 sebanyak 940.200 dolar AS atau total 3.646.400 dolar AS.


Dari pemeriksaan secara uji petik atas dokumen penerbitan IMTA pada Disnaker Kota Batam diketahui selama tahun 2005 sampai dengan 30 Juni 2006, terdapat 271 IMTA yang perpanjangannya dilakukan setelah masa berlakunya berakhir dan berlaku surut.


Menurut BPK, hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 11 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-20/MEN/III/2004 tanggal 1 Maret 2004, yang antara lain menetapkan, setiap pemberi kerja harus mengajukan permohonan perpanjangan IMTA kepada Direktur atau Gubernur selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja, sebelum jangka waktu berlakunya IMTA berakhir.


Selain itu, aturan yang sama juga mengatur perpanjangan IMTA tidak dapat diterbitkan apabila masa berlaku IMTA berakhir. Atas dasar itulah BPK menilai IMTA yang dikeluarkan Disnaker Kota Batam tidak sah.


Menurut BPK, hal itu terjadi karena Disnaker Kota Batam tidak tegas dalam menerapkan ketentuan perpanjangan IMTA. Selain itu, pengawasan dan koordinasi antara Departemen Transmigrasi dan Dinas Tenaga Kerja kurang optimal. (ara)

Kadisnaker: Banyak Perusahaan Lalai

Kadisnaker: Banyak Perusahaan Lalai PDF Cetak E-mail
Jumat, 13 April 2007
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Kota Batam, Pirma Marpaung tidak membantah atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Disnaker membuat surat yang ditujukan kepada perusahaan yang lalai agar membayar denda.

”Ada dua hal dari temuan BPK. Pertama IMTA yang kita keluarkan dianggap menyalahi ketentuan dan kedua, Disnaker Kota Batam belum mengenakan sanksi berupa denda karena keterlambatan penyetoran Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan (DPKK). Faktanya memang banyak perusahaan di Batam yang mempekerjakan TKA yang lalai.
Suratnya sudah dibuat dan segera diserahkan,” kata Pirma, Kamis (12/4) kemarin.


Kata Pirma, temuan BPK itu dari laporan tahun 2005 dan bukan tahun 2006. Pihaknya sudah melakukan berbagai upaya setelah menerima laporan BPK tersebut. ”Temuan itu saat baru beberapa bulan saya masuk ke Disnaker. Perusahaan-perusahaan yang lalai sudah ditegur, termasuk meminta mereka membayar denda. Ketentuannya kan jelas, mereka harus bayar denda,” ujarnya yang mengaku tidak hafal data perusahaan yang dikenakan denda.


Dijelaskannya, pengurusan IMTKA sejak dua tahun terakhir kewenangannya bukan lagi di tingkat kabupaten/kota, tetapi langsung ke pusat. Begitu juga penyetoran dana DPKK juga langsung ke pusat. ”Dana DPKK sebesar 100 dolar itu tidak masuk ke kas Disnaker Kota Batam, tetapi langsung ke pusat,” paparnya.


Ditambahkan, dalam laporan BPK tersebut, apa yang dilakukan Disnaker Kota Batam bukan pelanggaran berat. Disnaker Kota Batam hanya diminta secepat mungkin untuk menagih denda sebesar 3.894 dolar AS. (dea)

PT Giken Terancam Tutup

09 April 2007
* Gedung yang Ditempati Bakal Dilelang
* Imbas Kasus Perselisihan Kerja di PT CBP

Batam, Tribun - Sebuah lagi perusahaan elektronik yang beroperasi di Batam terancam tutup. PT Giken yang berlokasi di Kawasan Industri Citra Buana Park (CBP) II Bengkong, terkena imbas dari kemelut antara manajemen CBP dengan 49 mantan sekuriti yang sudah di-PHK.

Selain itu, masalah internal perusahaan mulai dari tunggakan utang membuat manajemen dikejar-kejar suplier dari Singapura dan Malaysia. Inilah yang diduga sebagai alasan PT Giken berencana tutup. Kabar ini pun tidak disanggah kalangan manajemen PT Giken. "Kita lihat saja nanti bagaimana keputusan manajemen," ujar Manager Accounting Giken, Ahmad Shodiq melalui telepon seluler, Sabtu (7/4).

Shodiq mengaku merasa perlu meluruskan posisi PT Giken dalam kemelut antara CBP-mantan sekuriti. Menurutnya, dalam masalah itu PT Giken tidak terlibat sama sekali. Pasalnya, PT Giken hanya menyewa gedung ke manajemen CBP kendati gedung yang digunakan PT Giken bakal segera dilelang mantan sekuriti sesuai keputusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Tanjungpinang.

Shodiq mengatakan, kasus tersebut merupakan tanggungjawab General Manager CBP. Ia menegaskan, manajemen telah menyerahkan masalah tersebut kepada CBP.

Sebagaimana diungkapkan, PT Giken menyewa beberapa gedung di CBP II. Sesuai kontrak, pemakaian gedung selama 10 tahun, namun saat ini baru jalan sekitar empat tahun. Dua minggu lalu, PHI telah melakukan sita eksekusi terhadap gedung yang ditempati PT Giken.

Mengenai PT Giken memiliki tunggakan utang dan dikejar suplier, Shodiq mengaku tidak bisa mengungkapkan ke publik karena itu masalah internal perusahaan. Demikian juga kepastian informasi kapan perusahaan tutup.

"Sekarang kami masih aman-aman saja dan karyawan masuk seperti biasa. Kalau info seperti itu (tutup, red) biasalah, tapi saya tak bisa komentar banyak," tambahnya.

Dalam kesempatan berbeda Purchasing Manager Giken, Tan Chor Sui enggan menanggapi informasi bakal tutupnya perusahaan tempat ia bekerja. Saat ditelepon, ia justru mengelak tidak tahu, dan mengatakan salah sambung. "Oh, tak tahu saya. Salah sambung ya," ujarnya.

Padahal sebelumnya, Tan sempat membenarkan informasi tersebut. "Tampaknya tutup. tapi saya belum tahun pastinya," ujarnya kepada wartawan, Senin (2/4).

Waktu itu, alasan penutupan terkait dengan upaya mantan sekuriti CBP mengajukan lelang gedung yang digunakan PT Giken ke PHI.

Rencana lelang gedung PT Giken ini juga dibenarkan Syahril SH, penasehat hukum mantan sekuriti. "Kami sudah ajukan surat permohonan lelang ke PHI. Nanti, kapan dilelang akan diumumkan lewat media," ujarnya.

Sebagaimana pernah diberitakan Tribun, PHI dalam putusannya Rabu (8/11), memenangkan gugatan mantan sekuriti dengan mewajibkan manajemen CBP membayar hak-hak para sekuriti dengan nilai total Rp 570 juta.

Jumlah ini dihitung dari upah kelebihan jam kerja Rp 440 juta, upah proses Rp 95 juta dan upah cuti Rp 35 juta. Namun setelah waktu ditentukan, manajemen CBP tidak memenuhi putusan tersebut sehingga PHI melakukan sita eksekusi terhadap sebuah gedung milik CBP yang disewakan ke PT Giken.

Informasi bakal tutupnya PT Giken juga meresahkan karyawannya. Seorang karyawan yang enggan disebutkan namanya mengaku khawatir nasibnya bila informasi tersebut benar. "Duh, gimana ya. Udah sekarang jarang lembur, kalau tutup gimana nanti hak-hak kami," katanya. (rud)

PT Giken Dikepung Utang

PT Giken Dikepung Utang PDF Cetak E-mail
Jumat, 13 April 2007
BATAM (BP) - Rumor PT Giken Precision Indonesia terancam bangkrut, kian santer beredar. Perusahaan yang bermastautin di kawasan industri Citra Buana Park (CBP) II, Bengkong itu, terindikasi menunggak utang ke sejumlah supplier. Data yang ditelusuri Batam Pos, setidaknya PT Giken belum melunasi payment-nya ke empat supplier besar di Batam yang bergerak di bidang equipment sparepart dan transportasi.

Giken, misalnya, masih berutang ke PT Hakko, perusahaan supplier peralatan suku cadang elektronik dengan nominal yang tak terlalu besar, ”hanya” sekitar 900 dolar Singapura. Namun ini mengindikasikan betapa Giken sesungguhnya memang tengah kalang kabut. ”Laporan marketing kita memang segitu, utangnya di bawah 1.000 dolar Singapura. Hanya kita tak berani menuduh apakah PT Giken tidak mau membayar atau tidak. Yang jelas kita monitor terus,” kata Marketing Executif PT Hakko, Andersen.


Saat disinggung kabar soal bakal tutupnya PT Giken, Andersen mengaku khawatir. Pasalnya, PT Livatech yang lebih dulu hengkang juga menunggak utang ke perusahaannya. ”Sampai sekarang belum dibayar,” ujar dia. Keluhan serupa juga datang dari PT Salam Jaya, perusahaan pensuplai baju karyawan PT Giken. Dibanding PT Hakko, utang Giken ke Salam Jaya lebih besar.


PT Giken Dikepung Utang
BATAM (BP) - Rumor PT Giken Precision Indonesia terancam bangkrut, kian santer beredar. Perusahaan yang bermastautin di kawasan industri Citra Buana Park (CBP) II, Bengkong itu, terindikasi menunggak utang ke sejumlah supplier. Data yang ditelusuri Batam Pos, setidaknya PT Giken belum melunasi payment-nya ke empat supplier besar di Batam yang bergerak di bidang equipment sparepart dan transportasi.


Giken, misalnya, masih berutang ke PT Hakko, perusahaan supplier peralatan suku cadang elektronik dengan nominal yang tak terlalu besar, ”hanya” sekitar 900 dolar Singapura. Namun ini mengindikasikan betapa Giken sesungguhnya memang tengah kalang kabut. ”Laporan marketing kita memang segitu, utangnya di bawah 1.000 dolar Singapura. Hanya kita tak berani menuduh apakah PT Giken tidak mau membayar atau tidak. Yang jelas kita monitor terus,” kata Marketing Executif PT Hakko, Andersen.


Saat disinggung kabar soal bakal tutupnya PT Giken, Andersen mengaku khawatir. Pasalnya, PT Livatech yang lebih dulu hengkang juga menunggak utang ke perusahaannya. ”Sampai sekarang belum dibayar,” ujar dia.
Keluhan serupa juga datang dari PT Salam Jaya, perusahaan pensuplai baju karyawan PT Giken. Dibanding PT Hakko, utang Giken ke Salam Jaya lebih besar.


Jumlahnya hampir mencapai 21.000 dolar Singapura. Bos Salam Jaya, Afendi mengaku sempat mendengar kabar PT Giken akan tutup. ”Saya langsung tanya ke PT Giken. Mereka sendiri bilang nggak ada masalah,” katanya.
PT Giken, menurut Afendi, adalah satu dari 30-an pelanggannya yang memesan kebutuhan pakaian karyawan. Dengan kondisi makro ekonomi di Batam yang sedang lesu, ditambah gonjang-ganjing sejumlah PMA yang bakal hengkang, membuat Afendi was-was dengan prospek usahanya ke depan.


”Kita semua sekarang terpuruk, consumer susah kami juga lebih susah. Kami berharap pemerintah menginvetarisir perusahaan-perusaahan yang mau collaps itu dan diberikan ke kita,” sebut Afendi.


Bukan cuma PT Hakko dan Salam Jaya mengeluhkan utang yang belum dilunasi PT Giken. PT Fanindo Chiptronik juga terimbas piutang PT Giken sekitar 4.000 dolar Singapura. Hanya, Managing Direktor PT Fanindo, Chandra, mengatakan, pihaknya tidak ingin mengumbar permasalahan ini terlalu jauh. ”Saya tidak mau memperkeruh suasana,” komentar Chandra, singkat.


Sementara itu, dua supplier yang bergerak di bidang jasa transportasi, PT CPPI (Citra) dan PT Nippon Express, juga disebut-sebut tengah bermasalah dalam soal utang-piutang dengan PT Giken. PT Citra malah dikabarkan rugi besar karena Giken berutang sebanyak 100.000 dolar Singapura. Karena utang tersebut, Citra dikabarkan menyetop kiriman barang PT Giken ke Singapura untuk delivery berikutnya.


Lain PT Citra, lain lagi PT Nippon Express. Menurut pimpinan PT Nippon Express, Partogie, meskipun PT Giken selama ini memakai jasa perusahaannya, namun rumor akan tutupnya Giken tidak berpengaruh dengan PT Nippon sendiri. Pasalnya, pembayaran PT Giken dengan sistem all collect. Yakni, tagihan dikenakan ke penerima barang, bukan ke si pengirim. (mon)

Gedung Mau Disita, Karyawan Giken Resah

Gedung Mau Disita, Karyawan Giken Resah PDF Cetak E-mail
Rabu, 04 April 2007

BATAM (BP) - Polemik antara PT Citra Buana Prakarsa (CBP) dengan mantan sekuritinya yang berujung pada keputusan hukum penyitaan gedung yang saat ini ditempati oleh PT Giken di Kawasan Indutri Citra Buana Park II Batuampar, membuat karyawan perusahaan sedikit was-was. Mereka berharap, CBP dan mantan sekuritinya serta pemerintah mencari solusi terbaik, sehingga tidak mengganggu aktivitas produksi PT Giken.

”Ini kan polemik CBP dengan mantan sekuritinya. Kami (Giken, red) tak ada sangkut pautnya. Tolonglah pemerintah arif dan bijaksana menyikapi persoalan ini,” ujar Ketua PUK Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Giken, Jefri dalam perbincangan dengan Batam Pos, Selasa (3/4).

Meskipun yang berpolemik CBP dengan mantan sekuritinya, namun jika sampai dilakukan pelelangan terhadap gedung milik CBP yang ditempati PT Giken, sudah tentu hal ini mengganggu aktivitas produksi. Oleh sebab itu, Jefri juga berharap pada CBP untuk duduk kembali dengan mantan sekuritinya, mencari solusi terbaik.


”Kalau memang putusan PHI mewajibkan CBP membayar, bayar saja. Jangan korbankan kami yang sebenarnya tak ada sangkut pautnya dengan kami,” katanya.


Jefri menambahkan, pada dasarnya, polemik CBP dengan mantan sekuritinya sedikit membuat was-was karyawan. Namun, yang paling membuat was-was para karyawan, adanya pernyataan Manager Qurchasing PT Giken di media yang menyebutkan Giken akan tutup. ”Kami masih telusuri, apa benar apa yang dikatakan Manager Qurchasing kami itu. Kami was-was jadinya. Karena setahu kami (karyawan), kondisi Giken baik-baik saja,” kata Jefri. (nur)

Nasib UMS Pariwisata Belum Jelas

Nasib UMS Pariwisata Belum Jelas PDF Cetak E-mail
Rabu, 04 April 2007
BATAM (BP) - Nasib Upah Minimum Sektoral (UMS) Pariwisata 2007 hingga kini belum jelas. Belum sekali pun serikat pekerja pariwisata dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) duduk bersama membahas masalah ini. PHRI sendiri baru mau membahas setelah kepengurusan baru dilantik.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Pirma Marpaung mengatakan, pembahasan UMS Pariwisata 2007 sudah sering dijadwalkan, tapi pihak PHRI tak pernah hadir. Konsekuensinya, belum ada kesepakatan nilai UMS Pariwisata 2007.


”Kalau UMS dibahas bipartit, pemerintah tak bisa memaksa untuk membahasnya. Sejauh ini belum ada titik temu. Saya sudah lapor kondisi ini ke Wali Kota dan Gubernur,” kata Pirma, Selasa (3/4) kemarin di Sekupang.


Di tempat terpisah, Ketua PHRI Batam, Zukriansyah alias JJ mengaku, sengaja tak datang dalam pembahasan UMS Pariwisata. Ada sejumlah alasan, diantaranya kepengurusan PHRI yang baru belum dilantik dan kedua, PHRI merasa dirongrong untuk membahas UMS Pariwisata.
”Kalau sudah dilantik, barulah kita mau membahasnya. Legalitasnya ada, tak seperti sekarang. Apakah nilainya naik atau turun, tergantung pembahasan. Pelantikan minggu kedua April,” kata JJ, kemarin.


Menurutnya, sebagai penggagas UMS sejak awal, seharusnya PHRI tak seharusnya disudutkan. ”Kenapa sektoral lain tak dibahas, seperti elektronik atau bidang lain. Dalam Permenaker (Peraturan Menteri Tenaga Kerja, red) Nomor 1 Tahun 1999, UMS tetap dibahas meski asosiasinya di tingkat kabupaten/kota tak ada. Kan masih ada asosiasi hulu, Apindo,” katanya.


Sebelumnya, Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Pariwisata SPSI Kota Batam, Immanuel D Purba mengaku sangat kecewa karena PHRI Kota Batam tak hadir dalam setiap pembahasan UMS pariwisata. Kata dia, pekerja berjuang meningkatkan upahnya yang sudah digariskan dalam Permenaker Nomor 01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.


”Lelah kita, bagaimana mau memperjuangkan UMS, pembahasan saja mereka tak mau datang,” kata Immanuel, pekan lalu. Sekedar informasi, UMS Pariwisata tahun 2006 sebesar Rp855.70. Berbeda dengan UMS Pariwisata, UMS industri berat tahun 2007 disepakati Rp926.000 atau naik 7,67 persen dari Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2007 sebesar Rp860.000.(dea)

Kasasi CBP Ditolak MA

Kasasi CBP Ditolak MA PDF Cetak E-mail
Selasa, 03 April 2007
Gedung PT Giken Segera Dilelang
BATAM (BP) -
Permohonan Kasasi ke Mahkama Agung (MA) oleh Manajmen Citra Buana Prakarsa (CBP) atas putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjungpinang terkait kasus hak normatif sekuriti CBP, ditolak oleh MA. Gedung miliki CBP di Kawasan Industri Citra Buana Park II di Batuampar, yang saat ini ditempati oleh PT Giken, hampir dapat dipastikan dilelang. Pemohon sudah mengajukan surat pelelangan ke PHI pada Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang.

Data yang diperoleh Batam Pos dari Syahril (wakil pemohon/SBSI) menyebutkan, penolakan MA atas kasasi CBP tersebut tertuang dalam Surat MA Nomor:147/92/A/PHI/07/Sk.Perd, tertanggal 9 Maret 2007. Selain menolak kasasi, putusan PHI Tanjungpinang juga bisa dilaksanakan. ”Jadi Rabu (4/4) ini dan Rabu (11/4) depan, kami akan umumkan pelelangan gedung CBP yang ditempati Giken,” ujar salah satu mantan sekuriti CBP yang mengajukan permohonan sita tersebut, Syahril kepada Batam Pos, Senin (2/4).


Setelah dua kali pengumuman lelang itu, langkah selanjutnya, kata Syahril, akan dilayangkan surat agar gedung milik CBP yang saat ini ditempati PT Giken, segera dikosongkan. Jangka waktu yang diberikan satu minggu. Jika satu minggu tak juga dikosongkan, maka surat permintaan pengosongan kedua menyusul. Jika tidak juga dikosongkan, maka baru dilakukan pengosongan paksa.
”Gimana lagi. Itulah konsekuensinya, jika pihak CBP tidak mau melaksanakan putusan PHI Tanjungpinang,” ujar Syahril.


Syahril mengatakan, putusan PHI Tanjungpinang Nomor 05/G/2006/PHI.PN.TPI tertanggal 12 Januari 2007 adalah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Karena perkara ini menyangkut hak normatif karyawan, maka tidak ada perlawanan hukum yang bisa dilakukan lagi, termasuk ke MA. Lain halnya jika kasus PHK, maka masih ada peluang untuk kasasi ke MA. ”Jadi percuma mereka melakukan perlawanan hukum,” tegasnya.


Sekadar mengingatkan, putusan tersebut menyebutkan CBP diwajibkan membayar kelebihan cuti tahunan para sekuriti itu sekitar Rp19.682.400. Kemudian uang proses Rp95.440.000 dan uang kelebihan jam lembur Rp340.559.000. Total yang wajib dibayarkan Rp455.681.533.
PHI dalam putusan itu, juga menjadikan satu unit gedung di Lot 2 Kawasan Industri Citra Buana Park II yang saat ini ditempati oleh PT Giken sebagai jaminan. Jika CBP tidak membayarkan kewajibannya itu, maka gedung milik CBP yang ditempati PT Giken itu akan disita.


Sekadar mengingatkan juga, Direktur Utama CBP Jong Hoa sudah melayangkan surat kasasi ke MA. Akta Pernyataan Permohonan Kasasi ke MA No.18/kas.G/PHI/PN.TPI tertanggal 12 Maret 2007. Juga menunjukkan surat penolakan sita eksekusi No.017/CBP-Um/III/2007 tertanggal 21 Maret 2007. Kemudian surat pemberitahuan salah prosedur penetapan hukum No.019/CBP-Um/III/07 tertanggal 22 Maret 2007.


Kembali ke Syahril. Ditanya, apakah tidak ada pertimbangan lain, mengingat di gedung itu ada 2.000 karyawan menggantungkan periuk nasinya? Syahril mengatakan, pihaknya tak ada kaitannya dengan PT Giken. Pihaknya hanya berperkara dengan CBP. Oleh sebab itu, yang punya hubungan dengan Giken adalah CBP selaku pemilik gedung.


Semua terpulang pada CBP, kata Syahril. Jika CBP tidak mau membayarkan kewajibannya sesuai dengan putusan PHI Tanjungpinang, maka sesuai putusan itu juga, gedung yang ditempati Giken segera di kosongkan secara paksa, jika dua kali permintaan pengosongan tidak dilaksanakan.
”Masih ada peluang untuk membayarkan kewajiban CPB itu, sebelum pengumuman lelang dan pengosongan paksa gedung milik CBP yang ditempati PT Giken,” kata Syahril.


Sementara itu, Accounting Manager PT Giken Ahmad Sodiq yang dikonfirmasi melalui ponselnya, Senin (2/4) petang terkait masalah ini mengatakan, sebenarnya yang bermasalah itu bukan PT Giken. Yang bermasalah CBP dengan pemohon. Namun, ia tak menafikan jika kasus tersebut bisa berimbas pada PT Giken. Apalagi, jika gedung tersebut harus dikosongkan. Sudah tentu, aktifvitas produksi terganggu.
”Kalau gedung disita negara, tentu kita harus pindah. Tapi sebenarnya kita tak ada kaitannya dengan kasus CBP. Untuk lebih jelasnya silahkan datang ke pak Syamsudin (HR Manager PT Giken),” katanya.
Ditanya soal informasi yang menyebutkan bahwa PT Giken akan tutup, selain disebabkan kasus CBP dengan pemohon, juga ada persoalan internal Giken, Sodiq enggan berkomentar.

SPSI
Ketua SPSI Kota Batam Edwin Haryono yang ditanya soal nasib rekan-rekan mereka di PT Giken yang terancam jika gedung yang disewa sekarang harus dikosongkan mengatakan, semestinya pihak CBP menempuh jalur diplomasi dengan pihak pemohon dan tetap membayarkan kewajiban mereka itu, sesuai dengan putusan PHI Tanjungpinang. ”Kan bisa nego, dibayar dua kali atau apalah. Jangan mengorbankan ribuan karyawan di PT Giken,” katanya.


Edwin menilai, CBP memiliki kemampuan membayarkan kewajibannya itu. Apalagi angkanya tidak sampai setengah miliar rupiah. Pengurus SPSI Anggoro menambahkan, pihaknya juga berharap ada solusi terbaik, supaya persoalan tersebut tidak berimbas pada karyawan PT Giken. ”Jangan sampai terjadi Livatech ke-2,” katanya.(nur)

Tiga Pekerja Galangan Kapal Terbakar

b PDF Cetak E-mail
Kamis, 29 Maret 2007

BATAM (BP)-
Zulfadri, Parsauran Simanjuntak, dan Arius, tiga pekerja galangan kapal (shipyard) menderita luka bakar saat melakukan pengelasan dan pemasangan pipa kapal di PT Jaya Asiatic Shipyard, Tanjunguncang, Rabu (28/3) sekitar pukul 11.15 WIB. Karena luka yang dideritanya, mereka terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Batam.

Mereka bertiga adalah karyawan PT Jan Sunjaya Pusaka yang mengerjakan kapal milik PT Jaya Asiatic Shipyard. Dua korban, Zulfadri dan Parsauran Simanjuntak menderita luka bakar akibat kena semburan api. Namun yang paling parah adalah Zulfadri. Pria ini menderita luka bakar pada sekujur kaki kiri, tangan kiri, sebagian kaki kanan dan tubuhnya melepuh.


Sementara Parsauran kehilangan rambut dan wajahnya sedikit menghitam akibat semburan api itu. Korban lainnya adalah Arius. Tapi pria ini hanya menderita luka lecet dan keseleo sehingga sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit setelah mendapat perawatan.
”Korban sebenarnya hanya satu. Dua lainnya karena imbasnya saja. Yang satu terakhir ini karena lari menghindar dan terjatuh,” ujar Kasat Keselamatan Pengamanan Kapal (Kespampal) PT. Jaya Asiatic Shipyard, Haposan kepada wartawan, kemarin.

Menurut Haposan, penyebab munculnya semburan api ini, diduga karena percikan las yang terjatuh masuk ke dalam dek kapal. Pasalnya saat kedua korban melakukan pemasangan pipa, tidak sedikit pun menggunakan alat yang bisa menimbulkan api.
”Peristiwa ini terjadi di dalam kapal. Di ruang bawah yang baru dicat. Kalau habis dicat itu kan masih ada gasnya, ada tiner. Lalu ada percikan api yang masuk, kemungkinan dari las yang berasal dari ruangan lainnya,” jelas Haposan.


Begitu percikan api mencapai lantai kapal, muncul semburan api. Api yang hanya sekelebat itu menyambar tubuh Zulfadri dan Parsauran yang sedang duduk di atas pipa. ”Saya berdua memasang baut pipa. Kami sedikit pun tidak menggunakan api. Jadi tidak tahu tiba-tiba muncul semburan api,” kata Parsauran yang ditemui di RSUD, petang kemarin.


Semburan api itu menyambar sisi kiri tubuh Zulfadri. Sementara Parsauran yang agak jauh sedikit terkena bagian wajah dan kepala. Karena kuatnya semburan api itu, kedua korban terlempar. Sedangkan Arius yang berada sekitar lima meter dari semburan api itu berusaha menghindar dengan menjauhi api itu. Tapi ia terjatuh dan mengakibatkan telapak tangannya keseleo. Karena semburan api hanya sekelebat, tidak sedikit pun bagian kapal yang ikut terbakar.
”Setelah terkena semburan api itu, kami masih sadar. Hanya hilang konsentrsi saja. Kami keluar dari ruangan itu, baru mendapat pertolongan,” ungkap Parsauran.


Ketiganya kemudian dilarikan ke rumah sakit. Zulfadri harus mendapat perawatan intensif karena luka bakar yang dideritanya begitu parah. Zulfadri hanya bisa berbaring dan harus disuapi untuk makan. Sedangkan Parsauran masih bisa duduk karena tubuhnya tidak banyak yang menderita luka bakar. Hanya rambutnya yang habis dan wajahnya menghitam.


Untuk menyelidiki lebih lanjut peristiwa tersebut, polisi dari Polsek Tanjunguncang melakukan olah tempat kejadian sore kemarin. Selain itu, polisi meminta keterangan Kasat Kespampal, Haposan. ‘’Anggota sudah melakukan pengecekan ke lapangan,” jawab Kapolsek Tanjunguncang, AKP Budhi Rayadi, ketika dikonfirmasi kasus ini, kemarin. (uma)

Melihat Kembali Nasib Karyawan Livatech

Melihat Kembali Nasib Karyawan Livatech PDF Cetak E-mail
Rabu, 28 Maret 2007

Setia Jaga Aset Meski Status Tak Jelas

BATAM (BP) -
Sekitar tiga puluh orang perempuan yang tampak bosan, duduk di kursi-kursi kayu yang disusun membentuk dipan. Di antara mereka ada yang menonton TV, tiduran atau sekadar ngobrol. Kegiatan seperti ini harus mereka jalani pasca hengkangnya perusahaan elektronik yang mulai beroperasi tahun 1994 tempat mereka bekerja.

Melewati pagar biru perusahaan, tampak terpasang sebuah televisi 29 inch buatan Livatech, persis di sisi kiri pintu masuk. Televisi ini sengaja mereka ambil dari showroom mereka. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk hiburan karyawan yang datang setiap hari. TV ini, diakui mereka hidup hampir 24 jam sehari selama dua bulan terakhir. ”Kami jaganya kan di luar, tidak boleh masuk. Kalau tidak ada TV dan tidak ada kegiatan, kami mau ngapain?” kata salah satu karyawan jaga sore yang Batam Pos temui kemarin.


Setiap hari, 300 karyawan harus menandatangani daftar hadir sebagai tanda mereka masih peduli dengan perusahaan. Mereka dibagi dalam tiga shift; normal, second dan malam. Setelah menandatangani absen, mereka boleh pergi nyambi kerja lain. Seperti karyawan laki-laki yang kebanyakan menjadi pengojek. ”Kita juga tidak bisa melarang mereka menghidupi keluarga, yang penting mereka datang,” kata Bendahara SPMI Livatech, Evi Bena Avanti.


Saat ditanya sampai berapa lama mereka akan terus seperti itu, Eva hanya menjawab akan menunggu sampai aset terjual dan gaji mereka dibayar. Jika penjualan tidak mencukupi membayar gaji mereka? ”Mau bagaimana lagi. Kami telah berusaha. Yang jelas, kami terus melakukan hearing ke dewan dan dinas,” jawabnya.


Selama sekitar dua bulan tanpa kepastian itu, mereka bisa dikatakan makan dari kepedulian FSPMI, PUK, Dinsos, Disnaker dan pihak yang peduli. Tak jarang mereka harus berhemat dengan lauk seadanya. ”Siang tadi, misalnya (kemarin, red), kami makan dengan mi instan,” aku mereka yang kebanyakan pasrah dengan keadaan itu.


Berdasarkan pengakuan Eva, keadaan mereka semakin buruk. Tak hanya keluhan karyawan yang mulai bosan dan putus asa, tapi juga kondisi dapur mereka. Termasuk susu bagi balita para karyawan yang telah habis dan sampai sekarang belum ada sumbangan lagi.
Dalam seminggu, pengeluaran mereka, khusus untuk dapur umum sekitar Rp9 juta. ”Saat ini, keuangan SPMI, hanya cukup untuk menanggung pengeluaran selama satu bulan, dengan asumsi masih terus ada sumbangan dari FSPMI pusat dan dinas,” kata bendahara SPMI Livatech ini lagi.
Belum berakhir sampai di sana, Jumat (23/3) sore lalu, air yang biasa mereka gunakan untuk keperluan masak, wudhu dan sebagainya, terpaksa diputus. Alasannya, karena mereka sudah tidak membayar selama hampir tiga bulan. Kondisi ini, mau tak mau, membuat mereka harus membeli air dari tanki ATB. ‘’Sabtu malam, kami terpaksa beli air sebanyak enam ton dari ATB. Harganya Rp350.000. Tapi Minggu malam, langsung habis,” kata Eva lagi.


Karena untuk meng-cover keperluan karyawan yang berjaga, mereka membeli air lagi pada Senin pagi. Kali ini mereka membeli sebanyak lima ton, namun dengan harga yang lebih rendah, yaitu Rp190.000. ”Kami tidak tanyakan kenapa harganya murah. Asumsi kami karena pemesanan kedua kami lakukan pada jam kerja,” kata karyawan yang dulunya trainer Livatech ini.
Pemutusan aliran air ersih ke pabrik Livatech ini disesalkan Wakil Wali Kota (Wawako) Batam Ria Saptarika. ”Masalah Livatec dalam proses hukum. Setidaknya masih ada aset perusahaan yang bisa jadi jaminan. Sekarang ATB memutus aliran air ke sana, padahal pekerja sangat membutuhkannya,” kata Ria.


Humas PT ATB Adang Gumilar yang dikonfirmasi Batam Pos terkait pemutusan aliran air ini mengaku terpaksa dilakukan karena Livatec menunggak tagihan air yang cukup besar dan juga tak ada yang menjamin. “Mereka menunggak dan tak ada jaminan siapa yang membayar,” kata Adang melalui short message service (SMS).


Sambil menunggu hujan reda, Batam Pos memperhatikan keadaan sekitar perusahaan milik pemodal Malaysia dan Singapura ini. Di halaman tampak dua mobil Toyota, satu lori sedang dan satu forklift. Mereka mengatakan, lori dan mobil lain sudah disita. Sedangkan di bagian depan, tertanam tiga tiang bendera, masing-masingnya adalah bendera Merah-Putih, bendera FSPMI dan bendera Livatech.
Hanya saja, jika bendera Merah-Putih dan bendera FSPMI dikibarkan seperti biasa, bendera Livatech dikibarkan setengah tiang. Para karyawan sengaja memasang bendera ini setengah tiang sebagai tanda berkabung atas kondisi mereka dan Livatech. ‘’Dari mulai ada kasus, kami pasang begitu,” kata mereka.


Keadaan ini mereka terima dengan pasrah yang terpaksa. Dalam status ini pun, mereka masih enggan dikatakan mantan karyawan. Karena belum ada pengalaman kerja, jadi mereka menganggap masih berhak disebut karyawan Livatech. ”Nama ini memang tak membanggakan. Tapi kami tetap akan jaga aset ini, walau sebagai karyawan STJ (Status Tak Jelas, red),” kata salah satu karyawan dan disetujui yang lain.

Citra Buana Tolak Eksekusi

Citra Buana Tolak Eksekusi PDF Cetak E-mail
Sabtu, 24 Maret 2007
Soal Kasus Perburuhan
BATAM (BP)
- Manajemen PT Citra Buana Prakarsa (CBP) selaku pemilik dan pengelola kawasan industri Citra Buana Park II, Batuampar menolak sita eksekusi satu unit gedung mereka yang disewa PT Giken Precicion Indonesia oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjungpinang, Jumat (23/3) kemarin.

”Kami menolak total, karena kami masih melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA),” ujar Direktur Utama PT CBP Jong Hoa kepada tim PHI Tanjungpinang dan pemohon di kantor Citra Buana Park II.
Sebelum Tim PHI dan Pemohon bertemu dengan Dirut CBP Jong Hoa, sempat terjadi ketegangan di depan pintu masuk kawasan industri itu. Beberapa mantan sekuriti CBP yang dalam hal ini berstatus sebagai bagian pemohon eksekusi, ditolak oleh petugas keamanan di kawasan Industri Citra Buana Park II.


”Saya perintahkan anda keluar dari tempat ini. Keluar, ayo keluar, kalau tidak, saya hajar kamu di sini,’’ bentak seorang petugas keamanan CBP II berpakaian safari coklat kepada dua mantan sekuriti yang terlanjur masuk ke kawasan industri itu.


Mantan sekuriti ini, akhirnya memilih keluar dan duduk bersama sejumlah rekannya di depan pintu gerbang kawasan industri itu. Tak lama berselang, petugas keamanan CBP tadi mendatangi mantan sekuriti CBP yang duduk di luar pagar pintu masuk, sambil memperingatkan, ”Kalau kalian macam-macam, mau buat keributan di sini kalian berhadapan dengan saya’’.


Sekadar mengingatkan, pada 2006 lalu, sejumlah sekuriti CBP demo, karena kelebihan cuti tahunan dan upah kelebihan jam lembur mereka tak dibayarkan oleh CBP. Demo sekuriti itu, berbuntut pada pemecatan mereka.

Kasusnya kemudian dibawa ke PHI Tanjungpinang. Oleh PHI Tanjungpinang, kasus ini dimenangkan oleh sekuriti ini. CBP selaku tergugat kalah.


Sesuai putusan PHI Tanjungpinang Nomor 05/G/2006/PHI.PN.TPI tertanggal 12 Januari 2007, CBP diwajibkan membayar kelebihan cuti tahunan para sekuriti itu sekitar Rp19.682.400. Kemudian uang proses Rp95.440.000 dan uang kelebihan jam lembur Rp340.559.000. Total yang wajib dibayarkan oleh CBP setelah putusan itu keluar adalah Rp455.681.533.


PHI dalam putusan itu, juga menjadikan satu unit gedung di Lot 2 Kawasan Industri Citra Buana Park II yang saat ini ditempati oleh PT Giken sebagai jaminan. Jika CBP tidak membayarkan kewajibannya itu, maka gedung milik CBP yang ditempati PT Giken itu akan disita. Sita eksekusi yang ditetapkan jatuh pada Jumat (23/3) kemarin. Itulah sebabnya, tim eksekusi PHI yang dipimpin oleh Panitera (Sekretaris) PHI Tanjungpinang, Syafri bersama beberapa rekannya dan pemohon Syahril, datang ke kawasan industri ini untuk eksekusi.


Tak hanya mantan sekuriti CBP itu yang dilarang masuk. Perwakilan pemohon eksekusi, Syahril, juga sempat dibentak petugas keamanan CBP II. ”Anda juga keluar, saya tahu siapa Anda. Keluar, saya perintahkan Anda keluar,’’ tegas pria bersafari coklat ini sambil menunjuk ke arah Syahril.


Dibentak, Syahril tak bergeming. ”Saya ini pemohon,’’ katanya. Melihat Syahril tak bergeming, petugas keamanan CBP II itu, mendekati Syahril sambil membentak dan meminta untuk keluar dari kawasan industri itu. Namun dicegah oleh Sekretaris Panitera PHI Tanjungpinang, Syafri. ”Tenang pak, dia ini pemohon,’’ ujarnya.


Keteganganpun reda. Namun, setiap pengendara yang akan masuk ke kawasan industri ini diinterogasi. Mereka yang tak memiliki kepentingan, tidak diperkenankan untuk masuk. Hanya mobil dan kendaraan roda dua yang dikenal sekuriti boleh masuk. Pintu kawasan industri ini ditutup. Baru dibuka ketika ada karyawan atau pihak penyewa yang akan keluar atau masuk.


Tak lama kemudian, tim ini menuju kantor kawasan industri ini yang berjarak sekitar 500 meter dari pintu gerbang. Tepatnya di depan pintu masuk PT Giken, di samping kantin kawasan industri ini. Di kantor CBP, telah menunggu Dirut CBP Jong Hoa bersama sejumlah stafnya. Tampak juga hadir HRD Manager PT Giken Syamsudin.


Setelah menyampaikan amar putusan PHI Tanjungpinang, Jong Hoa langsung menyampaikan penolakan terhadap sita eksekusi itu.


Selain masih dalam proses kasasi, CBP juga menilai putusan PHI itu salah prosedur. Jong Hoa menunjukkan beberapa dokumen antara lain Akta Pernyataan Permohonan Kasasi ke MA No.18/kas.G/PHI/PN.TPI tertanggal 12 Maret 2007. Juga menunjukkan surat penolakan sita eksekusi No.017/CBP-Um/III/2007 tertanggal 21 Maret 2007. Kemudian surat pemberitahuan salah prosedur penetapan hukum No.019/CBP-Um/III/07 tertanggal 22 Maret 2007.
”Kita tunggu dululah hasil kasasi,’’ kata Jong Hoa.


Kendati menolak sita eksekusi, Jong Hoa masih mempersilahkan PHI dan Pemohon untuk melihat gedung yang akan PHI sita itu. Dengan ditemani kepolisian dan sekuriti PT Giken, tim PHI dan pemohon melakukan pemetaan gedung tersebut.

Beri Waktu Satu Minggu

Sementara itu, Pemohon, Syahril yang ditanya soal penolakan CBP untuk sita eksekusi gedung tersebut mengatakan, bahwa putusan PHI Tanjungpinang sudah putusan tetap (inkra) dan tidak ada lagi upaya hukum di belakangnya.
Oleh sebab itu, jika CBP masih tetap ngotot untuk menolak eksekusi gedung tersebut, maka PHI akan melakukan langkah berikutnya, yakni pelelangan gedung tersebut.


Hal ini juga dibenarkan oleh Panitera PHI Sayfri. Tapi, ia masih memberi peluang CBP untuk mencari solusi terbaik permasalahan ini. ”Kami kasih waktu satu minggu. Kalau tak dibayarkan juga, ya lelang. Sudah ada yang mau beli kok,’’ kaya Syahril. (nur)