Sunday, January 28, 2007

PENGKERDILAN DAN PEMBANTAIAN PEKERJA

Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti UU Ketenagakerjaan
1. PESANGON BURUH/PEKERJA DIKERDILKAN HANYA 6X.
2. GAJI DIATAS 3.5 JUTA/BULAN TIDAK MENDAPAT PESANGON


Dari salah satu milis pekerja, aku mendapatkan terusan email yang cukup merisaukan hati seorang pekerja. Baca dulu deh email tersebut di yang paling bawah.
Beberapa saat yang lalu kita memang mendengar rencana pemerintah merevisi UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan, yang kemudian ditolak habis-habisan oleh para pekerja.
Tetapi nampaknya upaya merevisi UU 13/2003 tersebut belum berhenti.
Dan dari email yang dikeluarkan oleh Serikat Karyawan BII / OPSI ini terungkap rencana menganulir Pasal 156 tentang kewajiban membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima buruh/karyawan , ketika buruh/karyawan telah menyelesaikan masa kerjanya atau dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja, dengan cara mengeluarkan Peraturan Pemerintah. Walah!
Dan APINDO meminta agar Pesangon hanya diberikan kepada buruh/karyawan yang pendapatannya perbulan maximal Rp.3,5 Juta ( Tiga setengah juta rupiah ), sedangkan pemerintah (lewat Menaker) memberikan sinyal maximal Rp. 5 Juta (lima Juta rupiah ), betapapun lamanya buruh/pekerja tersebut bekerja. Gubrak!
Kalau ini jebol, gimana nasib pekerja ya?
Nampaknya bekerja dengan gaji agak lumayan pun akan terasa tidak nyaman lagi.
Nasib-nasib...
Aduh Gusti, mau dibawa kemana negeri ini?


============================

----- Original Message -----
From: purnomo
To: L. Wibisono Gumulya
Cc: Presiden RI
Sent: Monday, January 22, 2007 1:22 AM
Subject: PENGKERDILAN DAN PEMBANTAIAN PEKERJA Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti UU Ketenagakerjaan !


NOTE : Kami mengundang teman-teman untuk menghadiri Konferensi Pers MENOLAK Rancangan PP Pengganti UU 13/2003 , Senin 22 Januari 2007 , tempat ruang 001 Gedung YTKI Jl. Gatot Subroto Jakarta Pk 13.00 - 15.00 .

Konfirm : Yanuar 08164826499 / Inna 02170454315



PENGKERDILAN DAN PEMBANTAIAN PEKERJA

Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti UU Ketenagakerjaan
1. PESANGON BURUH/PEKERJA DIKERDILKAN HANYA 6X.
2. GAJI DIATAS 3.5 JUTA/BULAN TIDAK MENDAPAT PESANGON


Rekan-rekan Buruh/Karyawan ,

Seperti sudah sering kita dengar melalui mas media , bahwa pemerintah akan segera merevisi UD 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang didengungkan sejak tahun 2006 dan berimplikasi puncak dengan terjadinya penolakan besar-besaran berupa demonstrasi buruh diseluruh Indonesia. Jakarta lumpuh total oleh lautan buruh/pekerja yang bergerak dari bunderan Hotel Indonesia menuju Gedung DPR/MPR maupun Istana Merdeka.

Setelah sekian bulan terlihat tanpa gejolak, gerilya para pengusaha yang tergabung dalam APINDO [Assosiasi Pengusaha Indonesia ] yang dipimpin Sofyan Wanandi terlihat makin intensif untuk meminta pemerintah sesegara merevisi UU 13/2003 Ketenagakerjaan , yang menurut mereka sangat membebani dan memberatkan pengusaha. Lobi-lobi pengusaha pucuk pimpinan konfedarasi buruh/pekerja, Jamsostek dan kepemerintahan melalui Wapres, Mensos, Menteri Perindustrian dan Menaker , berpuncak pada tanggal 4 January 2007 ketika beberapa Ketua Konfederasi Buruh/Pekerja bertemu dengan Wapres, Menakertrans dan Pengusaha yang merupakan seri lanjutan pertemuan-pertemuan sebelumnya. (Lihat Kompas 5 January 2007).

Inti permasalahan Revisi UU 13/2003 adalah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah untuk menganulir Pasal 156 tentang kewajiban membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima buruh/karyawan , ketika buruh/karyawan telah menyelesaikan masa kerjanya atau dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja .

Pada revisi yang mungkin akan segera dikeluarkan berupa Peraturan Pemerintah [ kalau Revisi Undang-Undang harus mendapat persetujuan DPR ], APINDO meminta agar Pesangon hanya diberikan kepada buruh/karyawan yang pendapatannya perbulan maximal Rp.3,5 Juta ( Tiga setengah juta rupiah ) sedangkan pemerintah (lewat Menaker) memberikan sinyal maximal Rp. 5 Juta (lima Juta rupiah ), betapapun lamanya buruh/pekerja tersebut bekerja.

Revisi ini kelihatannya sudah diamini oleh beberapa orang yang mengaku mewakili buruh/pekerja "Sejak berlakunya UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,sedikitnya 120.000 buruh korban PHK masih belum menerima pesangon. Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap mereka? Harusnya adalah pemerintah melalui PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)," kata Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) Rekson Silaban seusai bertemu Wapres Muhammad Jusuf Kalla di Istana W.apres, Jakarta, Kamis (4/1).

Menurut Rekson, aturan soal hak normatif saat ini masih lebih menguntungkan karyawan tingkat manajer dengan gaji pokok besar. Padahal,
UU Nomor 13 Tahun 2003 ditujukan untuk melindungi buruh yang mencapai 27,9 juta orang. Bahkan masih menurut Ketua Umum Konfedarasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban, simulasi besaran pesangon maksimal 6 bulan dan juga model pesangon bagi yang memiliki gaji dibawag Rp. 5 juta dengan konsep perkalian indeks harga konsumen. (Bisnis Indonesia 19/01/07). Sedangkan menurut Menakertrans Erman Suparno, Pemerintah akan menggelar Tripartit 23 Januari 2007 untuk menyusun PP Pesangon.(Bisnis Indonesia 19/01/07).

Ini bebarti bagi mereka-mereka yang mempunyai gaji dibawah Rp 5juta/3.5 Juta (Yg diajukan pengusaha) mendapat maksimum 6 x gaji dan mereka-meraka yang mempunyai gaji lebih besar Rp 5Juta/Rp 3.5 juta tidak akan mendapat sedikitpun pesangon, biarpun masa kerjanya telah mencapai 30 tahun. SUATU IRONI yang dicreate antara PENGUSAHA, PEMERINTAH dan YANG MENGATAS NAMAKAN PEKERJA dengan konsep Tripartitnya. SUATU PEMISKINAN DAN PEMBANTAIAN PEKERJA yang dilakukan oleh suatu Rezim dan Harus Dilawan Bersama-sama .

Sekarang tinggal rekan-rekan pekerja, apakah menerima harga mati nasib yang ditentukan orang lain atau apakah kita ber-sama2 menolak dan tidak mengakui mereka-meraka yang mengatas namakan pekerja. Namun yang pasti, beberapa pekerja sudah menyatakan penolakannya dan siap menggalang kekuatan turun kejalan menentang PP yang jelas-jelas menghianati dan membunuh pekerja.

Dan untuk itu marilah buruh/karyawan bersama-sama :

a.. MELAKUKAN KONSOLIDASI NASIONAL
b.. MENDESAK PEMERINTAH MENCABUT INPRES 3/2006 TENTANG IKLIM INVESTASI
c.. MENGAWAL UU KETENAGA-KERJAAN 13/2003
d.. MENGAMATI MANUVER-MANUVER PARA KONSPIRATOR TRIPARTIT (MENGATAS NAMAKAN PENGUSAHA, PEKERJA DAN PEMERINTAH).
e.. MENYIAPKAN MOGOK NASIONAL JIKA PEMERINTAH MEMAKSAKAN PP REVISI UU KETENAGAKERJAAN
f.. MENYADARKAN DPR BAHWA KELUARNYA PP ADALAH CARA PEMBODOHAN TERHADAP ANGGOTA DEWAN .


Jakarta 19 Januari 2007.

Salam Solidaritas,

Eddy Purnomo - Ketua Serikat Karyawan BII / OPSI

Saeful Tavip - OPSI

Saturday, January 20, 2007

Angka UMS Industri Berat Dibahas Lagi

Sebagaimana biasa, setelah ditetapkannya UMK maka dilanjutkan dengan pembahasan UMS (Upah Minimum Sektoral).
Berita di bawah ini pun menyebutkan demikian, UMS industri berat Kota Batam sudah mulai dibahas bahkan sudah melewati pembahasan ketiga.
Bagaimana situasi dan ending dari pembahasan UMS industri berat Kota Batam tahun ini, saya tidak tertarik membahasnya, karena apa? Hasil akhirnya sudah akan bisa ditebak. Paling-paling tidak akan jauh dari normatif.
Pola ini sudah bertahun-tahun terbentuk, dan nampaknya sulit berubah jika tidak ada "pemain" baru (semacam FSPMI) yang masuk ke dalam Dewan Pengupahan.
Jadi, pembahasan UMS industri berat (juga pariwisata nantinya), menurut hemat saya adalah sekedar formalitas, karenanya sangat mungkin tidak akan ada perubahan yang signifikan.

Nah, saya kira membahas UMS elektrik elektronik (dalam bahasa FSPMI) lebih menarik.
Menariknya adalah sampai dengan saat ini UMS EE ini sama sekali belum pernah masuk dalam pembahasan DP Kota Batam, padahal menurut data statistik yang ada, sektor EE ini memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pemasukan keuangan daerah maupun nasional.
Ada apa gerangan?
Ada yang bilang, karena Ketua Apindo Batam saat ini memiliki pabrik besar yang bergerak di industri EE. Sehingga, setelah mati-matian menghadang kenaikan UMK, maka UMS EE pun sama sekali tidak mau disentuh.
Ada juga yang berpendapat UMS EE belum bisa masuk pembahasan karena belum ada Asosiasi Pengusaha EE. Kalau ini betul adanya, kenapa pengusaha tidak membentuk Asosiasi Pengusaha EE? Karena memang tidak mau adanya UMS EE. Siapa yang tidak mau, ternyata jawabannya kembali ke pengusaha yang merangkap petinggi Apindo Batam itu tadi.
Bila demikian, misi SP (terutama yang nampak sekali adalah FSPMI) guna menggolkan pembahasan UMS EE akan tidak ringan.
Dalam ingatan saya, sejak pertama kali FSPMI masuk dalam pembahasan UMK Batam yaitu pada pembahasan UMK Batam 2005, upaya menggolkan UMS EE sudah dimulai. Tetapi belum berhasil. Pemerintah hanya menjanjikan adanya pembahasan UMS EE di tahun 2006. Pihak SP pun terkesan tidak ngotot dalam perjuangannya. Cukup menjadi issue dulu, saya pernah dengar demikian.
UMK 2006 yang mengalami kenaikan cukup signifikan, nampaknya juga "menghalangi" langkah perjuangan kawan-kawan SP dalam menggolkan UMS EE. Seperti ada perasaan tidak enak, karena sudah diberi UMK yang cukup besar, koq masih minta UMS EE. Lagi-lagi, pemerintah pun hanya menjanjikan adanya pembahasan yang serius untuk persiapan pembahasan UMS EE di tahun depan.
Memasuki pembahasan UMK 2007, terlihat seperti ada tawar menawar paket. Kenaikan UMK 2007 yang "hanya Rp 45.000" akan dibayar dengan rencana pembahasan UMS EE.
Akan tetapi, sudah hampir sebulan setelah ditetapkannya UMK, langkah-langkah menuju pembahasan UMS EE sama sekali tak terdengar.
Yang terbaca hanyalah janji-janji pemerintah yang akan menyiapkan langkah-langkah kongkrit menyediakan transportasi (baca: beberapa bus), menurunkan harga, menyediakan perumahan murah, dan sebagainya.
Bagi saya, yang selama ini menjadi pengamat, janji-janji itu terus didengungkan pemerintah hanyalah untuk meninabobokan pekerja dan SP dari perjuangannya. Kemudian pekerja lupa, dan teringat kembali pada saat pembahasan UMK tahun berikutnya.
Adakah realisasinya dan apakah efektif mengurangi beban hidup pekerja? Wallahua'lam.

Kawan-kawan pekerja,
UMS industri berat Kota Batam sedang dalam pembahasan. Apakah kawan-kawan pekerja dan aktifisnya di sektor EE sudah lelah dalam memperjuangan UMS EE masuk dalam pembahasan DP Kota Batam?
(Dan tidaklah akan berubah keadaan suatu kaum, bila kaum tersebut tidak berusaha mengubahnya sendiri).
================================

Angka UMS Industri Berat Dibahas Lagi Cetak E-mail
Jumat, 19 Januari 2007
BATAM (BP) - Pembahasan ketiga upah minimum sektoral (UMS) Batam sektor industri berat kembali digelar, Jumat (19/1) hari ini di Kantor Dinas Tenaga Kerja, Sekupang. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Batam optimis UMS industri berat angkanya sekitar Rp903 ribu atau lima persen di atas upah minimum kota (UMK) Batam 2007 sebesar Rp860 ribu.

Ketua SPSI Batam, Edwin Haryono mengatakan, dalam dua kali pembahasan yang dibahas adalah UMS industri berat, sedangkan pariwisata belum dilakukan. ”Besok (hari ini, red) pertemuan ketiga. Berbeda dengan pembahasan UMK yang alot, kita membahas UMS lebih tenang. Pengusaha tampaknya tak keberatan UMS industri berat angkanya lima persen di atas UMK Batam,” kata Edwin, Kamis (18/1) di Sekupang.


Dijelaskannya, meski sudah dilakukan dua kali pertemuan, namun belum ada kata sepakat dari Bipartit terkait besaran UMS kedua sektor. Pasalnya, pada pertemuan pertama dan kedua masih membicarakan penjelasan umum dan mekanisme pembahasan selanjutnya. Edwin mengatakan, pembahasan UMS tak akan memakan waktu lama seperti halnya pembahasan UMK. Hal ini dikarenakan pembahasan UMS hanya membutuhkan kesepakatan antara para pengusaha dengan para pekerja tentang berapa besaran yang layak untuk nominal UMS. Jika memang sudah ditemukan kesepakatan antara kedua belah pihak, maka akan langsung ditetapkan oleh Gubernur Provinsi Kepri.


Namun jika tetap tidak ada kesepakatan yang dicapai oleh Bipartit selama pembahasan berlangsung, Edwin menyebutkan indikator yang akan digunakan sebagai acuan penetapan UMS adalah Permenaker No 17 tahun 2005. UMS ditetapkan minimum 5 persen dari UMK saat itu. “Kalau sudah setuju langsung bisa diteken gubernur,” ujarnya.


Sekedar informasi, besaran UMS akan secara bertahap mengalami kenaikan mengikuti kenaikan UMK. Seperti UMS Pariwisata Kota Batam tahun 2005 yang disepakati sebesar Rp700 ribu. Angka ini lebih tinggi Rp65 ribu dari UMK Batam tahun 2005 sebesar Rp635 ribu. Sedangkan untuk UMS Industri Berat tahun 2005 sebesar Rp690.50. UMS sektor pariwisata pada tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp886 ribu, dari UMK Batam sebesar Rp815 ribu. Sedangkan untuk sektor industri berat, Gubernur menetapkan Rp855.750. (ros)

Saturday, January 13, 2007

Investors’ Warnings to Government

Membaca artikel di bawah ini, saya jadi ingat kejadian beberapa tahun yang lalu sewaktu Pemerintah Kota Batam mulai berkiprah di Batam sebagai tindak lanjut kebijakan pemerintah mengenai Otonomi Daerah.
Pemko Batam yang tadinya cuma sekedar tukang stempel KTP (katanya), tiba-tiba memiliki power untuk mengatur banyak hal.
Sumber daya yang tidak cukup baik kualitatif maupun kuantitatif, tidak menurunkan semangat para pemimpin yang baru terpilih untuk merebut kekuasaan dari Otorita Batam.
Setelah bertahun-tahun kemudian, barulah kondisinya mereda. Kompromi pun didapat. Akhirnya semua kebagian (Asyik...).
Berikutnya muncul polemik tentang pemberlakuan FTZ (Free Trade Zone) di Pulau Batam. Setelah bertahun-tahun didiskusikan, diseminarkan, diperdebatkan, didemo, akhirnya... tetap tak ada jalan keluar. Kompromi tak ditemukan. Kepentingan beberapa pihak nampaknya tak terakomodir.
Diusunglah usulan SEZ (Special Economic Zone) untuk Pulau Batam.
8 bulan lebih lamanya kesepakatan tentang SEZ ini didapat... tetapi tak ada kemajuan berarti.
Nampaknya kepentingan berbagai pihak belum sampai pada titik temu.

Pemerintah Indonesia memang luar biasa.... nggak jelas!
Investor dibuat bingung olehnya.
Kesejahteraan pekerja pun sudah dikorbankan.
Tadinya saya pikir sederhana, SEZ akan segera direalisir, artinya pemerintah pro investor dan pengusaha. Salah satu buktinya, UMK 2007 cuma naik Rp45.000 (hmmm... upah buruh yang rendah, katanya ini sudah sesuai titipan investor).
Tapi koq nggak jelas juga ya...?
Sampai-sampai pengusaha teriak-teriak dan memberikan ancaman mau hengkang segala.
Apakah ada udang di balik bakso yang belum selesai dikompromikan?
saya nggak tahu.

Terus, bagaimana dengan pekerja?
Mau ikut teriak juga?
Nampaknya pekerja di Batam masih asyik dengan mainan UMKnya.
Dan para aktifisnya masih memfokuskan target perjuangan pada kenaikan UMK.
Jadi, wajarlah kalo kebijakan politik semacam FTZ dan SEZ sekedar jadi bacaan di jam istirahat, dan sepertinya belum menjadi bahan pembicaraan apalagi menjadi tema utama diskusi-diskusi menentukan sikap serikat pekerja.
Jangan-jangan ini karena yang namanya politik masih ditabukan di kalangan serikat pekerja.
Belum saatnya serikat pekerja menyentuh kebijakan politik, ada yang bilang begitu.
Bukankah kebangkitan pergerakan pekerja di Batam baru dimulai lagi setelah FSPMI muncul?
Itu artinya masih terlalu muda.
Serikat pekerja masih harus memperkuat unit kerjanya.
Pun masih harus menambah jumlah anggota dan iurannya.
Jumlah aktifisnya pun masih bisa dihitung dengan jari.
He..he.. ada kan yang berargumentasi begitu? (saya!)
Maka, kalau ada yang bilang, serikat pekerja belum siap bersikap dan terlibat dalam kebijakan politik semacam SEZ, ia masih perlu membenahi urusan internal, ini bisa dimaklumi bukan?
:-)

==============================

Investors’ Warnings to Government
Thursday, 11 January, 2007 | 15:18 WIB

TEMPO Interactive, Jakarta: Several investors and would-be of investors in special economic zones (SEZs) have said they feel uneasy since the government's promised to grant various investment incentives are yet to materialize.

“Many investors there consider that SEZs here are inefficient compared to offers from Vietnam and Malaysia,” said M.S.Hidayat, Head of the Indonesian Chamber of Commerce and Industry (Kadin), yesterday (01/10) in Jakarta.

In fact, several Singaporean investors have stated that they will leave for Vietnam and Johor, Malaysia.

According to him, the investors' warnings were serious so the government must soon provide concrete answer.

In addition, six months after the SEZs of Batam, Bintan and Karimun were established, there were still no improvements in sight.

“I sent a letter to the government two days ago regarding this matter,” he said.

Other issues that the investors were focusing on, Hidayat added, included the dualism that exists in the governance system of Batam Special Economic Region between Batam Authoritative Body and Batam City government, and therefore the question of which party had the greater authority.

He said he viewed that such an issue must be solved if Indonesia intends to attract investors using SEZ schemes as Malaysia, China and Vietnam have already done.

Other crucial issues that the government must solve soon are the acceleration of various deregulation matters as regards levies, workers and salary system.

“Remember, investment has no nationality,” said Hidayat.

Agus Supriyanto

Sunday, January 7, 2007

Wako: Jangan sampai PTUN-lah

Kalau memang benar seperti dugaan yang ada, FSPMI, saya kira memang perlu melaporkan Walikota Batam ke PTUN terkait UMK Batam 2007. Ini penting untuk menunjukkan konsistensi dari perjuangannya.
Jalur perundingan sudah dilakukan. Aksi damai pun sudah ditunjukkan. Kalau sekarang Wako membuka perundingan lagi, perundingan macam apa lagi ya? Apakah perundingan lewat pintu belakang? Bukankah justeru perundingan semacam ini membuka kemungkinan adanya fitnah, terutama bagi FSPMI?
Kebijakan di tahun 2007 yang diutarakan Wako, saya kira oke juga. Tapi sesungguhnya itu tidak akan menyelesaikan permasalahan dengan segera. Ini masalah besar yang perlu penanganan komprehensif.
Oh iya, kebijakan semacam ini kalau tidak salah juga selalu diutarakan setiap tahun sesaat setelah keputusan UMK dikeluarkan.
Nyatanya, belum ada perubahan berarti kan?

=====================================

07 Januari 2007
* Soal Perbedaan Pendapat Angka KHL

Batam,Tribun - Menanggapi tuntutan hukum Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, yang melaporkan Wali Kota Batam Ahmad Dahlan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Dahlan justru santai-santai saja. Bahkan ia masih meragukan kebenaran pendaftaran kasus tersebut di PTUN Pekanbaru.

Seperti diberitakan Tribun, Jumat (5/1) lalu pengurus FSPMI Batam telah mengadakan temu pers dan menyatakan sudah mendaftarkan kasus gugatan pada Wali Kota Batam atas penetapan angka kebutuhan hidup layak (KHL) sejak Kamis (4/1).

"Cek dululah apakah benar SPMI telah mendaftarkan kasus tersebut ke PTUN. Setelah dicek kebenarannya baru saya akan berkomentar lebih lanjut," kata Dahlan kepada sejumlah wartawan yang menemuinya di ruang rapat Lantai V Gedung Pemko Batam, Sabtu (6/1).

Tiada raut tegang di wajahnya. Ia menyampaikan komentar singkat itu sambil tersenyum. "Soal tuntutan SPMI, itu saja dulu komentar saya ya. Kalau memang sudah didaftarkan, saya tinggal nunggu panggilan," katanya lagi.

Namun, setelah didesak para wartawan Dahlan mulai menceritakan, kalau sebenarnya ia tidak menginginkan adanya proses pengadilan. Sebab, sampai sekarang ia mengaku masih membuka jalur perundingan dengan SPMI.

"Jangan sampai PTUN-lah. Persolan kan masih bisa dirundingkan baik-baik guna mencari jalan keluar yang sebaik-baiknya," ungkap Dahlan yang juga didampingi Kabag Humas Pemko Batam, Guntur Sakti.

Dahlan menambahkan, akan sesegera mungkin mengundang pengurus FSPMI Batam untuk merundingkan masalah KHL yang mereka gugat. Waktunya, memang belum dipastikan tetapi Dahlan berencana perundingan harus sudah dilakukan sebelum proses persidangan pertama.

Karena masih meragukan kebenaran pendaftaran kasus dan masih membuka jalur perundingan, Pemko Batam belum menyiapkan tim pengacara untuk menghadapi tuntutan FSPMI tersebut. "Saya tetap komit meningkatkan kesejahteraan pekerja. Kesejahteraan kan tidak hanya dari UMK tapi masih banyak faktor," tegasnya.

Dahlan memaparkan, ada tiga hal yang dipersiapkan Pemko Batam untuk membantu menyejahtarakan pekerja. Pertama, pada tahun anggaran 2007 ini, Pemko telah menganggarkan penambahan bus pilot project (BPP) sebanyak enam unit yang rutenya akan disesuaikan dengan kebutuhan pekerja. Pemerintah Provinsi Kepri pun akan membantu menambah 10 unit bus lagi untuk pekerja.

Di tahun ini juga, Pemko akan membangun rumah susun pekerja sebanyak satu twin blok. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan akan membentuk koperasi-koperasi sembako di kalangan pekerja. Melalui koperasi itulah, sembako murah akan disalurkan kepada pekerja. (nix)

Saturday, January 6, 2007

Wali Kota Dilaporkan ke Pengadilan

06 Januari 2007
* Sejak 4 Januari Berkas Terdaftar di PTUN
* Rencana Persiapan Sidang 11 Januari


Batam, Tribun - Niat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam untuk melaporkan Wali Kota Batam Ahmad Dahlan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait penetapan kebutuhan hidup layak (KHL) Batam 2007 tidak main-main. Hal tersebut dibuktikan dengan telah didaftarkannya surat gugatan pada 4 Januari lalu.

"Surat gugatan tersebut telah kami daftarkan pada 4 Januari di PTUN Pekanbaru," ujar Yadi Mulyadi, Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Elektronik-Elektrik FSPMI Kota Batam, Jumat (5/1), di Hotel PIH, Batam Centre.

Menurutnya penetapan besaran KHL Batam 2007 oleh Wali Kota, sudah nyata-nyata melanggar Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 17 tahun 2005. Katanya lagi, untuk mewakili FSPMI di PTUN, pihaknya telah membentuk tim advokasi yang terdiri dari lima orang.

Kambusiha SH, satu di antara anggota tim advokasi FSPMI mengatakan, persiapan sidang akan dilakukan pada 11 Januari mendatang di Pekanbaru. Menurutnya persiapan sidang tersebut merupakan pertemuan antara pihak penggugat dengan satu di antara majelis hakim. "Biasanya diwakili ketua majelis hakim," imbuhnya.

Ketika ditanya kapan kemungkinan sidang akan dimulai, menurut pria berjenggot ini biasanya persidangan akan dimulai dua minggu setelah persiapan sidang. "Setelah persiapan sidang, majelis hakim akan memanggil pihak tergugat," tambahnya.

Selain menolak penetapan besaran KHL, Yadi juga menyampaikan bahwa FSPMI juga menolak besaran UMK yang telah ditetapkan oleh Gubernur Ismeth Abdullah. "Itu sudah pasti, karena salah satu acuan penetapan besaran UMK yaitu KHL telah cacat hukum," tambahnya.

Menurut Yadi jumlah UMK yang ditetapkan oleh gubernur sangat tidak mencukupi untuk standar hidup di Batam. "Untuk itu kami minta gubernur merevisi besaran UMK," tambahnya. Ia juga menambahkan agar DPRD Batam berperan aktif memanggil wali kota terkait penetapan KHL.

"Begitu juga DPRD Kepri, agar memanggil gubernur terkait dengan besaran UMK Batam tersebut," ujarnya lagi. Sementara itu, Bambang Mulya Setiawan, Sekretaris FSPMI Batam mengatakan, janji gubernur akan menyamakan besaran UMK dan KHL pada 2009 jangan hanya lip service saja.

Sementara itu, Anto Sujanto, Jurubicara FSPMI Batam mengatakan, keyakinannya bahwa gugatan FSPMI ini akan menang. "Saya optimis bisa menang," katanya. Ditambahkan olehnya, bahwa kota-kota yang ada di Indonesia semua menggunakan Permenaker No 17 tahun 2005.

"Bahkan survei yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kepri juga menggunakan Permenaker. Dan kota-kota lainnya di Kepri juga menggunakannya. Tapi mengapa Batam tidak," katanya. Ia menambahkan hasil survei KHL Batam yang dilakukan Disnaker Kepri yaitu Rp 1,2 juta.

Katanya lagi, Dewan Pengupahan Provinsi mengatakan, bahwa SK KHL Wali Kota merupakan produk hukum, makanya mereka mengacu pada SK tersebut. "Itu berarti bila SK tersebut bisa digugat, dan jika gugatan berhasil, mereka harus pegang komitmen untuk mengubah besaran UMK. Bila tidak, FSPMI akan melaporkan gubernur ke PTUN juga," ujarnya.

Beberapa waktu lalu, Wali Kota Batam Drs Ahmad Dahlan mengaku tidak gentar menghadapi rencana Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam dan Asosiai Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam yang akan mem-PTUN-kan dirinya.

Ketika ditemui sejumlah wartawan di Gedung Pemko Batam, Rabu (27/12), Dahlan mengatakan siap menghadapi rencana tuntutan PTUN tersebut. Menurutnya, besaran angka kebutuhan hidup layak (KHL) Batam yang besarnya Rp 1.026.793 sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Walaupun Dahlan mengatakan siap digugat, tetapi sesungguhnya ia meminta SPMI dan Apindo untuk tidak sampai mem-PTUN-kan dirinya. "Kalau bisa saya minta jangan sampai ada PTUN-lah," pinta Dahlan. (olo/nix)

Guntur: Wako Buka Pintu Perundingan

06 Januari 2007
MENANGGAPI perihal telah didaftarkannya gugatan oleh SPMI ke PTUN Pekanbaru terkait masalah penetapan KHL oleh Wali Kota Batam, Kepala Bagian Humas Pemko Batam Guntur Sakti mengatakan, bahwa Wali Kota masih membuka pintu untuk berunding.

"Beliau telah mengatakan masih membuka pintu untuk bisa berunding. Tapi menurutnya bila SPMI masih mau menempuh jalur tersebut, beliau mengatakan siap menghadapinya," ujar Guntur, Jumat (5/1), ketika dihubungi Tribun tadi malam.

Guntur mengatakan, penempuhan jalur hukum ini jangan dianggap momok yang menakutkan. Katanya hal tersebut merupakan pendidikan yang baik tentang kesadaran hukum. "Bila nantinya bila satu pihak dimenangkan, semua pihak harus mendukung keputusan tersebut," ujarnya.

Ditambahkan lagi, bila telah ada panggilan dari pihak PTUN Pekanbaru, pihak Pemko juga akan melakukan persiapan. "Kita pastinya akan melakukan persiapan untuk menghadapi persidangan tersebut," imbuhnya.

Sedangkan Rudi Syakirdi, Kepala Bagian Hukum Pemko Batam mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima panggilan dari PTUN Pekanbaru. "Sampai saat ini belum ada panggilan dari PTUN," katanya kepada Tribun, Jumat (5/1).

Sementara itu, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan tidak bisa dimintai konfirmasi karena ponselnya hingga tadi malam tidak bisa dihubungi.(olo)

Sediakan Mobil dan Rumah Murah

02 Januari 2007
* Kejutan Pemprov bagi Pekerja di 2007
* SPMI Anggap Itu Belum Cukup


Batam, Tribun - Usai Gubernur Provinsi Kepri Ismeth Adbullah menetapkan upah minumun kota (UMK) Batam Rp 860 ribu, Pemerintah Provinsi Kepri menyampaikan kabar yang cukup menggembirakan bagi para pekerja di Batam dan Bintan. Rencananya pada tahun ini (2007) Pemprov Kepri telah mengalokasikan rumah dan transportasi murah.

Gubernur Provinsi Kepri, Ismeth Abdullah menyampaikan hal ini melalui Kepala Biro Humas Pemprov Kepri Muhammad Nur kepada Tribun, Senin (1/1).

"Semoga nilai UMK saat ini dapat diterima semua pihak dengan lapang dada. Ini sudah berdasarkan berbagai pertimbangan dan juga atas rekomendasi dari Dewan Pengupahan Kota Batam. Saat ini Pemprov tengah mengusahakan mengenai pembangunan 20 twin blok rumah susun dan pengadaan transportasi 16 mobil," ujar M Nur.

Kata Nur, rumah dan transportasi murah ini rencananya akan terealisasi pada tahun ini. Selain itu menurut Nur, tersendatnya pembahasan UMK yang hampir terjadi setiap tahun memunculkan ide untuk penentuan UMK pada tahun- tahun berikutnya cukup dengan formulasi tertentu.

"Tapi ini disepakati dulu oleh semua pihak dan tidak bertentangan dengan aturan-aturan hukun yang sudah ada," tegasnya. Dengan formulasi yang akan ditentukan itu, pemerintah berharap banyak, nilai UMK akan sesuai dengan nilai kebutuhan hidup layak (KHL) pada masa yang akan datang.

Formulasi ini nantinya bila sudah didapatkan bisa dibentuk dalam Perda. "Kalau sekarang pembahasan UMK kan masih seperti tawar menawar pisang goreng. Jadi potensi deadlock cukup tinggi," ungkap Nur.

Menanggapi hal ini Anto Sujanto, Wakil Ketua SPMI Kota Batam menyambut baik segala usaha Pemerintah Provinsi Kepri untuk memberikan berbagai kompensasi terhadap para pekerja, kendati demikian, ia menilai kompensasi ini masih belum banyak berarti untuk membantu para pekerja.

Pasalnya menurut Anto, sejauh ini nilai UMK masih jauh dari harapan atau tidak sesuai dengan KHL. "Bagaimana menjangkau fasilitas-fasilitas tersebut kalau seandainya nilai UMK masih jauh di bawah KHL. Saya rasa dengan UMK saat ini tidak akan cukup juga karena itu semua kan tidak gratis," ujar Anto.

Anto mengatakan bila bantuan bus untuk Batam 10 unit dengan kapasitas mobil 30 orang, diperkirakan hanya beberapa pekerja saja yang akan menikmati fasilitas itu setiap harinya bila dibandingkan jumlah pekerja yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu di Batam.

"Jadi untuk pembahasan UMK dengan menggunakan formulasi khusus kita sambut baik. Sebaiknya pembahasan di tahun berikutnya cukup dalam dua tahap saja dan mengacu kepada Permenaker. Tapi terus terang saja UMK saat ini belum mencukupi dibandingkan dengan kebutuhan hidup saat ini yang cukup tinggi," ungkap Anto.

Anggota Dewan Pengupahan Batam, Yusuf juga berpendapat pembangunan 20 twin blok paling tidak hanya sebagai jalan keluar sementara. Karena bagaimana pun rumah murah tersebut hanya sebagai persinggahan. "Karena tidak mungkin pekerja selama bekerja hanya tinggal di rumah susun," jelasnya. (zur)

Rusun dan Bus Murah bagi Pekerja

Rusun dan Bus Murah bagi Pekerja Cetak E-mail
Selasa, 02 Januari 2007
BATAM (BP) - Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Batam oleh Gubernur Kepri Ismeth Abdullah, sebesar Rp860 ribu berdasarkan rekomendasi yang disampaikan Dewan Pengupahan Provinsi. Untuk itu, pemerintahan provinsi (Pemrov) Kepri berharap dengan adanya keputusan ini dapat diterima seluruh pihak baik pengusaha maupun pekerja. ‘’Kita memutuskan dengan berbagai pertimbangan dan memperhatikan berbagai aspek,’’ kata Ka Biro Humas Pemprov Kepri, M Nur, Ahad (31/12) lalu.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan, ke depan pemerintah provinsi berusaha secepatnya meringankan biaya hidup pekerja dengan melakukan berbagai upaya seperti membangun rumah susun (Rusun) murah.


Untuk pembangunan rusun ini, Pemprov Kepri bekerja sama dengan Jamsostek. ‘’Kita akan membangun 20 twin blok rusun murah di daerah Sekupang, sehingga pekerja tidak lagi mengontrak dan bisa tinggal di rusun,’’ jelasnya.
Upaya kedua yang dilakukan, dengan menyediakan bus murah bagi pekerja. Dari Pemprov untuk Batam akan disediakan 10 unit bus di tambah dari pemerintahan kota (Pemko) Batam sebanyak 6 unit bus.


Untuk sementara, total bus yang disediakan bagi karyawan di Batam sebanyak 16 unit bus.
Selain Batam, Pemprov juga memberikan bantuan bus untuk pekerja di daerah Bintan sebanyak empat unit. Sedangkan sistem pengelolaan bus ini, sepenuhnya diserahkan kepada koperasi pekerja. Koperasi lah yang akan menentukan teknis dan pengaturan rute bus yang disediakan.


Usaha ketiga yang akan dilakukan Pemprov untuk meringankan biaya hidup pekerja, secepat mungkin membentuk koperasi murah untuk sembako. Keuntungan dari koperasi ini, pekerja bisa membeli sembako dengan harga lebih murah dari yang dijual di tempat. ‘’Jika dikelola dengan baik, koperasi sembako ini sangat membantu meringankan dan menghemat pengeluaran karyawan, mereka bisa berbelanja dengan cara memperlihatkan kartu karyawan dan mendapatkan harga khusus. Kita secepatnya sama-sama berpikir untuk kebaikan,’’ ujar M Nur.


Disinggung mengenai persoalan pembahasan UMK yang setiap tahun selalu mengalami permasalahan dan sudah dua kali ditetapkan Gubernur. Nur mengatakan, upaya ke depan Pemprov berharap, adanya suatu peraturan daerah yang mengatur formulasi hidup layak dengan menggunakan rumus tertentu. Sehingga setiap tahunnya ada kejelasan kenaikan UMK.
Untuk mewujudkan itu, tentunya membutuhkan waktu dan sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Sehingga hasil yang diperoleh menguntungkan semua kalangan. Karena itu diperlukan suatu workshop, forum diskusi yang dilakukan pihak berkompeten untuk memperoleh hasil yang maksimal. (bni)

Gaji Pekerja Cuma untuk 22 Hari

01 Januari 2007
SPMI tetap akan PTUN-kan Wali Kota

MENANGGAPI keputusan gubernur yang menetapkan UMK Batam sebesar Rp 860 ribu, Wakil Ketua Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam, Anto Sujanto mengatakan, kenaikan tersebut semata-mata merupakan permintaan dari Jakarta dan Singapura. Ia menjelaskan, dalam pertemuan G to G di Jakarta beberapa waktu lalu, Singapura meminta agar kenaikan upah minimum sebesar 5 persen.

"Terbukti sudah semuanya. Saya mengetahui jika Singapura yang memiliki banyak perusahaan di Batam meminta agar angka kenaikan upah sekitar lima persen. Dan sekarang, kenaikan yang terjadi adalah 5,5 persen dari UMK lama," jelasnya kepada Tribun, Minggu (31/12).

Dari situ bisa disimpulkan, kata Anto, jika UMK Batam sudah ditentukan oleh Jakarta dan Singapura. "Padahal dengan dasar hukum apapun, UMK itu merupakan kewenangan daerah, gubernur yang menetapkannya secara yuridis. Jadi hal ini tak bisa dibenarkan," paparnya.

"Secara yuridis yang menetapkan memang gubernur, tapi sekarang, ada pengaruh yang datang dari luar," tambahnya.

Besaran UMK ini juga sarat dengan kepentingan rencana pemberlakuan SEZ di Batam. "Dalam komitmen G to G telah dibuat kesepakatan untuk membuat upah murah di Batam," ungkapnya.

Padahal, kata Anto, kalau SEZ memang diberlakukan, seharusnya pekerja mendapatkan upah yang spesial. Otomatis, dengan banyaknya Perusahaan Modal Asing (PMA) di Batam ini, seharusnya mereka mampu memberikan upah yang lebih tinggi.

Jika dihitung-hitung, dengan upah sebesar Rp 860 ribu, seorang pekerja yang berstatus lajang hanya bisa hidup selama 22 hari. "Besaran Rp 860 ribu itu hanyalah 73 persen dari angka kebutuhan hidup layak (KHL) di Batam. Tentu saja dengan angka tersebut, mereka hanya bisa mencukupi kebutuhan hidup selama 22 hari," katanya.

"Lalu setelah 22 hari, apa yang harus mereka lakukan untuk menyambung hidup. Yang lebih parah, darimana biaya transportasi agar mereka bisa pergi bekerja selama 8 hari terakhir. Kalau mereka tak bisa berangkat bekerja, kan yang rugi juga perusahaan sendiri," sambungnya.

Menurut Anto, itu adalah hitung-hitungan untuk pekerja yang berstatus lajang. "Bisa dibayangkan bagaimana untuk pekerja yang sudah menikah?" paparnya.

Karenanya, Anto meminta agar dilakukan perubahan proses voting penentuan UMK Batam. Masalahnya, menurut Anto, pemerintah juga menggunakan hak pilihnya dalam proses tersebut.

"Padahal, seharusnya pemerintah hanya berfungsi sebagai legislator dan tak bisa menggunakan hak pilih. Perundingan hanya terjadi antara pekerja dan pengusaha," ungkapnya.

"Jadi, penetapan upah ini seakan terkesan dipaksakan karena sama sekali tak sesuai dengan KHL," papar Anto.

Anto mengakui pihaknya masih membicarakan kemungkinan aksi demo besar-besaran yang akan dilakukan. Namun tanpa melakukan aksi demo itu, ada aksi demo tanpa biaya yang lebih menyakitkan, yakni para pekerja yang tak sanggup lagi pergi bekerja.

Anto juga menghimbau DPRD Batam untuk tak memberikan rekomendasi kenaikan tarif air ATB. "Karena itu akan memberikan impact langsung terhadap pekerja dan kebutuhan hidup mereka," katanya.

Mengenai ancaman akan mem-PTUN-kan Wali Kota, Anto mengaku pihaknya kini sedang serius mempersiapkan semuanya. "Kami sedang berkoordinasi dengan semua pihak untuk membawa masalah KHL ini ke PTUN," pungkasnya.(rur)

Ismeth Teken UMK Batam Rp 860 Ribu

31 Desember 2006
Pekerja Mengeluh dan Kecewa

Batam, Tribun - Akhirnya angka upah minimun kota (UMK) Batam tahun 2007 ditetapkan oleh Gubernur Kepri Ismeth Abdullah sebesar Rp 860 ribu. Hal ini sesuai dengan SK Gub No: 384 Tahun 2006 yang ditandatanganinya tanggal 29 Desember 2006.

Kepastian tersebut disampaikan Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Kepri, sekaligus Kepala Dinas Tenagakerja Provinsi Kepri H Azman Taufik, kepada Tribun, Sabtu (30/12).

Menurut Azman, angka UMK Batam itu merupakan hasil pertemuan-pertemuan yang dilakukan Dewan Pengupahan Provinsi Kepri hingga tanggal 29 Desember. Usai pertemuan, kemudian usulan angka UMK Batam yang disepakati diserahkan kepada Gubernur dan langsung ditandatangani.

Sebelumnya pembahasan angka UMK Batam 2007 sempat menemui jalan berliku. Sebagai catatan, Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan melalui surat nomor 1385/561/XII/2006, tanggal 22 Desember meminta kepada Gubernur Kepri untuk dapat menetapkan UMK Batam 2007. Usulan Wali Kota Batam ini karena perundingan Tripartit Kota Batam menemui jalan buntu.

Kemudian hal itu ditindaklanjuti Dewan Pengupahan Provinsi Kepulauan Riau, yang langsung mengadakan pembahasan selama tiga hari berturut-turut sejak 27 Desember. Hal itu menurut Azman dilakukan untuk membuat kesepakatan usulan angka UMK Batam berdasarkan tata tertib Dewan Pengupahan Provinsi yang telah disepakati.

"Dewan Pengupahan Provinsi Kepri merekomendasikan nilai nomonal UMK Batam tahun 2007 sebesar Rp 860, dimana besaran nilai dimaksud didukung oleh semua Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Kepulauan Riau yang hadir," ungkap Azman yang disampaikan melalui rilisnya kepada Tribun.

Ditambahkan oleh Azman, UMK Batam 2007 diberlakukan kepada pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari satu tahun. Sedangkan untuk masa kerja lebih dari satu tahun ditetapkan bersama-sama secara musyawarah antara pekerja/wakil pekerja dengan pengusaha sesuai dengan kondisi perusahaan masing-masing.

Termasuk untuk upah minimum sektoral (UMS) yang pembahasannya diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No: Per-1/MEN/1999, Jo Kepmenakertrans No: Kep.226/MEN/2000.

Sehari sebelumnya, Perwakilan Kadin Provinsi Kepri, Abdullah Gose mengatakan, para pengusaha kesulitan untuk menaikan UMK Batam melebihi angka Rp 860 ribu. Hal itu didasari kemampuan perusahaan saat ini. "Tidak mungkin menaikan UMK terlalu tinggi karena kemampuan perusahaan juga tidak baik. Angka Rp 860 ribu merupakan angka UMK tertinggi di Provinsi Kepri," ujarnya.

Dengan keputusan tersebut berarti terjawab sudah teka-teki terkait angka UMK Batam. Pasalnya di detik-detik akhir pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi, Jumat (29/12). Agus Wibowo dari perwakilan DPW SPMI Provinsi Kepri, menyebutkan Kadisnaker Azman Taufik sempat mengungkapkan angka UMK Batam Rp 860 ribu. Meski ketika dihubungi lagi oleh Tribun via sambungan telepon, Azman tidak membenarkan atau menyanggahnya.

Menanggapi penetapan UMK Batam sebesar Rp 860 ribu, sejumlah pekerja di kawasan industri yang ada di Batam cukup kaget dan kecewa. "Bayangkan saja untuk sewa kamar atau kos di Batam sekarang antara Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu. Belum lagi ongkos transportasi. Idealnya kalau untuk hidup pas- pasan di Batam ya minimal UMK Rp 1 juta," ungkap Doni, seorang pekerja asal Pekanbaru yang kini tinggal di Bengkong. (lup/nix)

SPMI Koordinasi Mogok Kerja

31 Desember 2006
KABAG Humas Provinsi Kepri, M Nur mengakui pembahasan UMK Batam yang sebelumnya sempat menemui jalan buntu, kini sudah final. "Penandatanganan SK UMK Batam telah dilakukan tadi malam (Jumat malam, red) oleh Gubernur. Maka resmilah UMK Batam sebesar Rp 860 ribu," katanya pada Tribun, Sabtu (30/12).

Besaran UMK Batam tersebut persis dengan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi (DPP) Kepri yang telah memutuskan dengan voting dalam rapat terakhir DPP, Jumat (29/12), bahwa UMK Batam adalah Rp 860 ribu.

Menanggapi SK tersebut, Wakil Ketua DPC Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam Anto Sujanto mengatakan, pihaknya akan melakukan beberapa langkah sebagai bentuk protes. Seusai mengikuti rapat terakhir DPP Jumat lalu, baik pengurus DPC SPMI Batam maupun DPD SPMI Kepri telah melakukan rapat koordinasi.

"Kami telah menyusun langkah-langkah. Pertama SPMI Batam akan melayangkan surat protes ke Gubernur Kepri, Wali Kota Batam, serta DPRD. Dan yang paling ekstrim, kami akan melakukan aksi mogok kerja," ujar Anto.

Ia menambahkan, mulai 2 Januari mendatang, seluruh pekerja yang tergabung dalam SPMI yang jumlahnya lebih dari 20 ribu orang akan melakukan aksi solidaritas dan protes atas putusan UMK Batam. Bentuknya, memang bukan unjuk rasa ke jalan, melainkan mengenakan ikat kepala. "Seluruh anggota SPMI telah kami instruksikan untuk mengenakan ikat kepala di lingkungan kerja mulai 2 Januari," kata Anto.

Menyinggung rencana mogok kerja, Anto mengatakan, pihaknya masih mencari waktu yang tepat. Ia mengaku terus berkoordinasi dengan semua pengurus untuk melaksanakan aksi-aksi protes tersebut. (nix)

UMK Batam Naik Rp45 Ribu

UMK Batam Naik Rp45 Ribu Cetak E-mail
Sabtu, 30 Desember 2006
Hasil Rekomendasi Dewan Pengupahan
BATAM (BP)
- Dewan Pengupahan Provinsi Kepulauan Riau, Jumat (29/12) kemarin, merekomendasikan angka Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2007 sebesar Rp860.000 atau naik Rp45.000 dari UMK Batam 2006 sebesar Rp815.000. Proses akhir penentuan UMK Batam ditempuh melalui jalur voting terhadap usulan angka Rp860.000. Sebanyak 12 orang setuju, empat menolak dan dua orang walk out.

Rekomendasi ini akan diajukan ke Gubernur Kepri. UMK bisa tetap sesuai hasil rekomendasi Dewan Pengupahan, namun bisa juga berubah sesuai pertimbangan gubernur.


Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Kepri dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Setia P Tarigan menjelaskan, dalam pertemuan kemarin, pihak pekerja akhirnya mau kembali ke meja perundingan, setelah adanya arahan dari Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ismeth Abdullah yang meminta pembahasan kembali dilanjutkan.
”Kekhawatiran kita, kalau deadlock bisa terjadi status quo. Bisa kembali diberlakukan UMK lama sebesar Rp 815.000. Serikat pekerja dan Apindo mau berunding kembali dan berhasil mengambil keputusan, meski lewat voting,” kata Tarigan, kemarin.


Dijelaskannya, dalam pertemua Apindo menaikkan usulan dari Rp851.675 menjadi Rp855.000, sedangkan serikat pekerja sepakat menurunkan usulan dari Rp1.026.793 menjadi Rp984.000. ”Angka yang kita usulkan merupakan jumlah usulan ketiga serikat pekerja, yakni SPSI, SPMI dan SBSI yang didapat dalam pembahasan di tingkat Dewan Pengupahan Batam dibagi tiga,” ujarnya.


Usulan terakhir dalam pembahasan di tingkat Kota Batam mengusulkan Apindo Rp851.6755, SPSI Rp1.006.252, SPMI Rp1.026.793 dan SBSI Rp920.550. Sedangkan, perwakilan pemerintah yang ada dalam Dewan Pengupahan Provinsi mengusulkan angka Rp860.000. Angka inilah yang diputuskan melalui voting. SPMI memilih walk out (WO) karena angka yang diusulkan terlalu kecil. SPSI dan SBSI tetap mengikuti proses voting.


Agus Wibowo, anggota Dewan Pengupahan dari SPMI menjelaskan, pihaknya memilih WO disebabkan Apindo tak mau lagi menaikkan usulkan dan usulan pemerintah Rp860.000 terlalu kecil. “Sejak awal kita sudah protes mulai dari SK Wali Kota Batam tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebesar Rp1.026.793. Kita mau berunding lagi, tapi kenyataannya Apindo tak beritikad baik. Dewan Pengupahan akhirnya menetapkan angka Rp860.000 untuk diusulkan ke Gubernur Kepri untuk ditetapkan,” tukasnya.


Di tempat terpisah, Ketua SBSI Batam, Ismuntoro sangat menyayangkan keputusan yang diambil Dewan Pengupahan Provinsi Kepri yang memutuskan angka UMK lewat jalur voting. ”Angka yang diputuskan juga terlalu kecil. Sejak awal SBSI mengusulkan angka yang masuk akal Rp920.000. Serikat lain malah lebih tinggi, ujung-ujungnya yang diputuskan cuma naik Rp45.000 dari UMK Batam 2006,” katanya.(dea)

UMK Batam Rp 860 Ribu

30 Desember 2006
Diungkap Kadisnaker Pemprov Kepri SPMI Walk Out di Perundingan

Batam, Tribun - Besaran angka upah minimum kota (UMK) Batam untuk tahun 2007 ditetapkan sebesar Rp 860 ribu. Keputusan Gubernur tersebut disampaikan secara lisan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Kepri Azman Taufik, seperti dikutip Agus Wibowo, selaku perwakilan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) SPMI Provinsi Kepri.

Menurut Agus, Azman mengutarakan angka itu di tengah perundingan Dewan Pengupahan Provinsi (DPP) Kepri, Jumat (29/12) yang membahas tentang besaran UMK Kota Batam. "Ketika kami sedang membahas mekanisme voting, tiba-tiba Kadisnaker yang memimpin rapat menyampaikan bahwa Gubernur Kepri Ismeth Abdullah menginginkan UMK Batam sebesar Rp 860 ribu," tutur Agus.

"Mendengar ucapan Pak Azman kami kaget semua. Kami pun berpikir pemerintah ternyata sudah diintervensi dan perundingan sengaja sudah diarahkan. Untuk apa ada voting lagi jika memang sudah ada angka-angka yang ditetapkan. Kami memilih meninggalkan perundingan alias walk out," tambah Agus.

Namun Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kepri, Azman Taufik yang dihubungi Tribun tadi malam sekitar pukul 18.45 WIB enggan berkomentar. "Saya tidak bisa berkomentar apa- apa, hubungi saja Pak Nur (Humas Provinsi, red), dan saya sudah berkoordinasi dengan beliau. Sehingga beliaulah yang akan menyampaikan semuanya pada wartawan," ujarnya.

Ditambahkan oleh Agus, dalam perundingan yang tertutup bagi wartawan tersebut, agendanya tidak lagi membahas tentang angka kebutuhan hidup layak (KHL) Batam. Anggota DPP mengabaikan KHL tersebut karena masih dalam proses penggugatan oleh SPMI Batam dan Kepri.

Ada 18 orang dari 23 anggota DPP yang hadir dalam pertemuan itu, yakni 6 perwakilan serikat pekerja dan buruh, 1 perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), 5 orang dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin), 6 orang dari unsur pemerintah serta akademisi.

Pada perundingan yang berlangsung dari pukul 10.00 WIB bertempat di Gedung Gubernur Lama Sekupang tersebut, langsung membahas usulan-usulan angka UMK. Dari serikat pekerja dan buruh yang diwakili SPMI, SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia), dan SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Tingkat Provinsi Kepri sepakat mengusulkan UMK Batam Rp 1.026.000. Sedangkan dari pengusaha yang diwakili Apindo dan Kadin mengusulkan Rp 855 ribu.

Pada perundingan tersebut memang hanya SPMI yang WO. Jumlah perwakilannya sebanyak dua orang. Sementara perwakilan SPSI dan SBSI yang jumlahnya empat orang tetap mengikuti perundingan.

Versi yang agak berbeda diutarakan Setia P Tarigan, anggota DPP perwakilan SPSI Provinsi Kepri. "Dalam perundingan akhirnya ketiga serikat pekerja dan buruh menurunkan angka usulan awal dari Rp 1.026.000 menjadi Rp 984.000. Sedangkan pengusaha tetap bertahan di angka Rp 855.000.

Menurut Tarigan di tengah perundingan Kadisnaker memang mengusulkan angka UMK Batam. "Setelah berkonsultasi dengan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah dan untuk mencapai jalan tengah, saya mengusulkan UMK Batam Rp 860.000," cerita Tarigan menirukan kata-kata Azman Taufik.

Setelah SPMI WO, perundingan tetap dilanjutkan dengan agenda voting. Tetapi sayangnya, yang divoting bukanlah angka-angka yang diusulkan serikat pekerja dan buruh. Tetapi hanya voting persetujuan angka dari pemerintah yang besarnya Rp 860 ribu.

Dari hasil voting yang diikuti 16 anggora DPP, sebanyak 12 orang menyetujui angka UMK Batam Rp 860 ribu. Sementara empat orang yang notabene perwakilan serikat pekerja dan buruh memilih tidak setuju.

Menurut anggota DPP dari perwakilan Kadin Provinsi Kepri Abdullah Gose, angka Rp 860 ribu merupakan angka yang sudah sesuai dengan kemampuan pengusaha. Untuk memutuskan UMK Batam, lanjutnya, bukan semata-mata berdasarkan KHL, tetapi harus dilihat inflasi, tingkat pengangguran, penyerapan tenaga kerja, dan kelangsungan hidup perusahaan serta upah sekitar.

"Inflasi Batam dari year on year tahun ini kan hanya 4,8 persen. Sementara saat ini pengangguran cukup tinggi karena angka penyerapan tenaga kerjanya hanya 16 persen. Dengan angka pengangguran yang begitu besar, tidak mungkin menaikan UMK terlalu tinggi karena kemampuan perusahaan juga tidak baik. Angka Rp 860 ribu sudah merupakan angka UMK tertinggi di Provinsi Kepri," kata Gose.

Hasil keputusan Dewan Pengupahan Provinsi Kepri, lanjutnya, secepatnya akan diserahkan kepada Gubernur Kepri Ismeth Abdullah. "Waktunya kan mepet. Secepatnya akan kami serahkan ke Gubernur. Kalau bisa sore ini juga (kemarin, red)," ujarnya.

Menanggapi keputusan DPP tersebut, Ketua DPD SPSI Provinsi Kepri Edwin Hariyono mengatakan, pihaknya memang tidak setuju dengan keputusan tersebut karena sangat jauh dari angka yang diharapkan. "Tetapi bagaimanapun keputusan itu sudah sesuai mekanisme voting yang memang diatur dalam tata tertib pengambilan keputusan DPP jika musyawarah tidak tercapai. Sekarang yang kami perjuangkan adalah upah minimum sektoral," kata Edwin.

Apakah SPSI akan menggelar demo besar-besaran? "Keputusan DPP itu sepertinya akan ditandatangani Gubernur malam ini juga (tadi malam, red). Jadi tidak ada gunanya demo. Jalur hukum pun tidak bisa ditempuh karena sudah menjadi Keputusan Gubernur. Yang penting kami akan perjuangkan upah minimum sektoral." tambahnya. (nix)

Wako Siap Di-PTUN-Kan

8 Desember 2006
* Terkait Penetapan KHL Batam

Batam, Tribun - Wali Kota Batam, Drs Ahmad Dahlan tidak gentar menghadapi rencana Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam, dan Asosiai Pengusaha Indonesia (Apindo) yang akan mem-PTUN-kan dirinya terkait penetapan angka kebutuhan hidup layak (KHL) Batam.

Ketika ditemui sejumlah wartawan di Gedung Pemko Batam, Rabu (27/12), Dahlan mengatakan, siap menghadapi rencana tuntutan PTUN tersebut. Menurutnya, besaran angka KHL Batam Rp 1.026.793 sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Saya siap-siap saja jika ada yang mem-PTUN-kan. Tapi kan sampai sekarang belum ada satu pihak pun yang menyampaikan gugatan itu ke pengadilan. Apa yang saya putuskan itu sudah sesuai dengan aturan yang ada," tegas Dahlan.

Walaupun Dahlan mengatakan siap digugat, tetapi sesungguhnya ia meminta SPMI dan Apindo untuk tidak sampai mem-PTUN-kan dirinya. "Kalau bisa saya minta jangan sampai ada PTUN-lah," pinta Dahlan.

Rencananya kedua organisasi (SPMI dan Apindo) mem-PTUN-kan Wako terkait besaran KHL yang ditetapkannya pada 16 Desember lalu. Kedua organisasi itu memandang, keputusan Wako tidak sesuai dengan aturan yang ada. Namun, sudut pandang kedua organsasi itu sangat berbeda.

SPMI menilai, angka KHL Rp 1.026.793 masih sangat rendah dan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) nomor 7 tahun 2005, dimana hitungan tempat tinggal pekerja adalah satu kamar untuk satu orang. Sedangkan yang diputuskan Wako, hitungan tempat tinggal satu kamar untuk dua orang. Angka KHL yang dituntut SPMI sebesar Rp 1.176.000.

Sebaliknya, Apindo memandang angka KHL tersebut terlalu tinggi. Seperti yang diutarakan Ketua DPC SPMI Batam Yudi Mulyadi, baik SPMI tingkat Kota Batam maupun SPMI tingkat Provinsi Kepri sangat serius menanggapi SK Wako yang dianggap bertentangan dengan hukum tersebut.

Dikatakan, SK Wako Batam bernomor 223/HK/2006 yang ditandatangani 16 Desember lalu, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) dimana dalam perhitungan KHL harus didasarkan pada komponen-komponen yang telah ditentukan, termasuk perhitungan tempat tinggal dimana satu kamar harus dihitung untuk satu orang, bukan dua orang.

Sementara, KHL yang ditetapkan Wako yang besarnya Rp 1.026.793 merupakan hasil survei KHL yang dilakukan Dewan Pengupahan Batam pada November lalu, dimana satu kamar dihitung untuk dua orang. (nix)

Buka Tabung Gempa KHL

27 Desember 2006
Himpun Dana PTUN-Kan Wako

Batam, Tribun - Para pengurus DPC dan DPD SPMI sadar betul bahwa dana yang akan dihabiskan untuk proses hukum mem-PTUN-kan Wali Kota akan menghabiskan uang yang tidak sedikit.

Untuk mengatasinya, organisasi ini telah meminta iuran kepada seluruh anggota yang jumlahnya lebih dari 22.000 orang. Berdasarkan hasil rapat pengurus unit kerja (PUK) DPC SPMI Batam yang dilakukan Kamis (21/12) lalu, telah menetapkan iuran anggota yang besarnya Rp 1.000 sampai Rp 3.000 per orang.

Tidak hanya itu, SPMI Batam juga membuka posko peduli guna menghimpun dana untuk keperluan pengadilan. Caranya, bukanlah meminta di pinggir jalan atau ke rumah-rumah, melainkan menjual stiker dan kalender.

"Kami menamakan posko ini sebagai Tabung Gempa KHL. Dana yang terkumpul nantinya akan dipergunakan untuk kepentingan pengadilan mem-PTUN-kan Wako Batam,"tegas Yudi Mulyadi selaku Ketua DPC SMPI Batam, Senin (25/12)..

Penggalanan dana, lanjutnya, sudah dimulai pada Senin lalu dan belum ditentukan kapan berakhirnya. "Kami juga sedang menentukan zona-zona penjualan stiker dan kalender. Semua upaya penggalangan dana ini akan terus dilakukan sampai dana yang diperlukan terkumpul,"tambah Yudi.

Namun, sampai saat ini SPMI belum mengatahui berapa besar dana yang diperlukan. Yang pasti, kata Yudi, pihaknya sedang melobi SPMI Pusat di Jakarta untuk menyediakan pengacara kondang. Tahun lalu, SPMI yang juga mem-PTUN-kan UMK 2006, menggunakan pengacara kondang Elza Syarif Siregar. (nix)

Polemik KHL Dibawa ke Rapim DPRD

Polemik KHL Dibawa ke Rapim DPRD Cetak E-mail
Sabtu, 23 Desember 2006
BATAM (BP) - Polemik soal Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang ditetapkan Wali Kota (Wako) Batam Ahmad Dahlan sebesar Rp1.026.793 yang diprotes serikat pekerja akan dibawa ke Rapat Pimpinan (Rapim) DPRD Batam. DPRD Batam nantinya mengundang Wako Batam untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Demikian hasil hearing Komisi IV DPRD Batam dengan Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Dinas Tenaga Kerja Kota Batam dan anggota tim survei pemerintah, Jumat (22/12). Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) tak hadir dalam hearing.


Sekretaris Komisi IV DPRD Batam Karles Sinaga menilai, polemik KHL tak akan terjadi jika Pemko Batam mentaati aturan perundangan berlaku dalam survei KHL. ”Boleh-boleh saja beda penafsiran, tapi aturan yang dipakai sebagai acuan survei KHL tetap Permenaker 17 Tahun 2005. Kalau ada aturan lain, seperti surat direktur jenderal harusnya diabaikan saja,” kata Karles


Karles meminta Pemko Batam tak berpihak dalam perundingan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2007, baik pada pengusaha dan pekerja. ”Kalau pijakannya aturan hukum, takkan muncul persoalan seperti ini. Kita sepakat hasil rapat ini dibawa ke Rapim DPRD Batam. Nantinya Wako Batam bisa dipanggil, “ ujarnya.


Juru bicara SPMI Anto Sujanto menegaskan, pihaknya membawa masalah ini ke DPRD Batam disebabkan karena melihat SK Wako Batam tentang KHL cacat hukum karena mengangkangi Permenaker 17 Tahun 2006. “Kita hanya tanya, apakah mereka Permenaker 17 atau memakai surat Dirjen PHI,” ucap Anto.


Anto mengaku, pihaknya tetap mempersiapkan langkah hukum, meski permasalahan ini dibawa ke Rapim DPRD. “Kita harapkan DPRD memanggil Wako Batam secepatnya, sebelum UMK ditetapkan,” ujarnya.
Agus Suswanto dari SPSI juga menyanyangkan polemik ini, namun terjad karena sikap Pemko Batam yang kurang tegas. ”Coba kalau tegas, ditetapkan besaran angkanya, Itu baru fair,” paparnya.


Menghadapi cercaan dari anggota dewan dan serikat pekerja, Emrizal, Kabid Pemutusan Hubungan Industrial (PHI), Disnaker menegaskan pihaknya tetap Permenaker 17 sebagai acuan. Menurutnya, hal yang dipolemikkan serikat pekerja, yaitu soal isi kamar yang saat ini diisi minimal dua orang. “Memang dalam aturannya disebutkan satu kamar untuk satu orang, tapi faktanya di lapangan minimal satu kamar diisi dua orang. Ini tak dimanipulasi, melainkan hasil survei di lapangan,” kata Emrizal.


Argumen ini dikritik Anto Sujanto dan Karles Sinaga. Menurut mereka aturan hukum harus ditegakkan karena Permenaker 17 berlaku secara umum di seluruh Indonesia.


Wakil Ketua Komisi IV DPRD Batam, Setyasih Priherlina memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, KHL tak penting lagi dibahas, tapi perjuangan sebetulnya tinggal pada penetapan UMK Batam 2007 oleh Gubernur Kepri. ”Harusnya ini yang dikejar, jangan terus mengungkit KHL. Kalau masalah itu harusnya dipermasalahkan sejak awal. Sekarang bagaimana Dewan Pengupahan Provinsi bisa berjuang agar UMK Batam 2007 naiknya sesuai harapan,” kata legislator PAN ini. (dea)

Wali Kota Dilaporkan ke PTUN

26 Desember 2006
* Rencana SPMI pada Pekan Ini
* Terkait Keputusan Angka


Batam, Tribun - Rencana Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kota Batam, dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Provinsi Kepri Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) untuk mem-PTUN-kan Wali Kota (Wako) Batam Ahmad Dahlan, ternyata tidak main-main. Bahkan kedua organisasi tersebut, Kamis (21/12) telah mengadakan rapat gabungan pengurus unit kerja (PUK).

Dengan suara bulan akhirnya mereka memutuskan membawa kasus surat keputusan (SK) Wali Kota Batam tentang penetapan upah minimum kota (UMK) Batam ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam pekan ini, kasus tersebut akan didaftarkan ke PTUN Negeri yang ada di Pekanbaru.

Ketua DPC SPMI Batam, Yudi Mulyadi mengatakan, baik SPMI Tingkat Kota Batam maupun SPMI Tingkat Provinsi Kepri sangat serius menanggapi SK Wako yang dianggap bertentangan dengan hukum tersebut.

"Kami tidak main-main membawa kasus ini ke PTUN karena Ahmad Dahlan sudah menyalahi aturan hukum dalam menetapkan SK KHL (kebutuhan hidup layak) Batam. Ini masalah yang sangat serius apalagi terkait hajat hidup masyarakat banyak," kata Yudi pada Tribun, Senin (25/12).

Dikatakan, SK Wako Bernomor 223/HK/2006 yang ditandatangani 16 Desember lalu, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) dimana, dalam perhitungan KHL harus didasarkan pada komponen-komponen yang telah ditentukan, termasuk perhitungan tempat tinggal dimana satu kamar harus dihitung untuk satu orang, bukan dua orang.

Sementara, KHL yang ditetapkan Wako yang besarnya Rp 1.026.793 merupakan hasil survei KHL yang dilakukan Dewan Pengupahan Batam pada November lalu, dimana satu kamar dihitung untuk dua orang.

"Wako seharusnya tidak bisa menetapkan angka KHL yang perhitungannya tidak sesuai dengan Permenaker. Meskipun angka tersebut hasil survei, tetapi survei itu sudah cacat hukum karena hitungan tempat tinggalnya satu kamar untuk dua orang. Sementara dalam Permenaker satu kamar untuk satu orang," ungkap Yudi

Yudi yang juga didampingi Sekretaris DPC SPMI Batam Bambang Mulya Setiawan menambahkan, dasar hukum yang dipakai Wako dalam penetapan KHL tersebut juga tidak tepat. Wako menggunakan SK Dirjen Depnaker yang menyatakan perhitungan tempat tinggal satu kamar tidak harus untuk satu orang, bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi yakni Permenaker.

"Kami sedang menyiapkan materi dan dokumen untuk mendaftarkan kasus ini ke PTUN. Kami juga sedang mempersiapkan tim pengacara dari Jakarta. Kalau tahun lalu kami gunakan Pengacara Elsa Syarif Siregar, tahun ini juga memakai pengacara yang tidak kalah kondang," kata Bambang.

Sementara itu, pada Jumat (22/12) lalu, Wali Kota telah menyampaikan surat usulan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2007 kepada Gubernur Kepri Ismeth Abdullah. Dalam surat bernomor 1385/561/XII/2006 tersebut dinyatakan, bahwa perundingan UMK antara tripartit (pengusaha, pekerja, dan pemerintah) yang dilakukan sebanyak 10 kali telah deadlock.

Ada empat usulan UMK yang disampaikan Wako kepada Gubernur yang diambil dari setiap pihak yakni Rp 815.675 (Apindo), Rp 1.026.793 (SPMI), Rp 1.006.257 (SPSI), dan Rp 920.950 (SBSI).

Harus dekati KHL
Wakil Wali Kota Batam Ria Saptarika menyayangkan perundingan UMK yang deadlock antara pekerja dan pengusaha. Ia berpendapat, sudah seharusnya UMK tahun ini mendekati angka KHL, jika memang tidak bisa sama dengan KHL.

"Saya memang tidak bisa intervensi dan menyebutkan angka UMK karena itu kewenangan Dewan Pengupahan Batam dan Gubernur Kepri. Tapi sudah seharusnya angka UMK mendekati angka KHL," katanya ketika ditemui sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Sabtu (23/12).

Menurutnya, tidak mungkin tahun ini angka UMK sama dengan KHL mengingat banyaknya kepentingan dan tekanan. Tetapi UMK sama dengan KHL merupakan sebuah proses dan nantinya harus terwujud.

Apakah kepentingan dan tekanan yang dimaksud dari Singapura? Bapak empat anak ini enggan menjawabnya. "Yang pasti UMK sama dengan KHL adalah proses. Dan tahun ini harus mendekati KHL. Menurut saya proses penyamaan tersebut bisa memakan waktu tiga tahun," ujarnya.

Menanggapi rencana SPMI yang akan mem-PTUN-kan Wako yang tidak lain adalah atasannya, Ria mengatakan, hal tersebut wajar-wajar saja sebagai proses demokrasi dan mencari keadilan. (nix)

Hari Ini ”Hearing” KHL

SPMI PTUN-kan Ahmad Dahlan Cetak E-mail
Jumat, 22 Desember 2006
Hari Ini ”Hearing” KHL
BATAM (BP)
- Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Kota Batam menyiapkan langkah mem-PTUN-kan Wali Kota (Wako) Batam, Ahmad Dahlan terkait surat keputusan (SK) Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bulan November 2006 sebesar Rp1.026.793.

Penetapan KHL dinilai melanggar hukum karena acuannya bukan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) 17 Tahun 2005. Polemik KHL ini di-hearing-kan Komisi IV DPRD Batam, hari ini Jumat (22/12).


Wakil Ketua SPMI Kota Batam Anto Sujanto mengatakan, selain membawa polemik KHL ke DPRD Batam, pihaknya sudah bertekad bulat menyelesaikan masalah ini secara hukum. ”Komisi IV sudah merespon dengan menjadwalkan hearing. Kita beberkan argumen kita tentang penolakan terhadap SK KHL yang ditetapkan Wako Batam,” kata Anto di Kantor DPRD Batam, Kamis (21/12) kemarin.


Dalam upaya membawa masalah ini ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) di Pekanbaru, pihaknya juga sedang menyiapkan pengacara. ”Tahun lalu kita pernah memakai Bu Elza Syarief, kali ini kita juga siapkan pengacara kondang. Nanti kita umumkan pengacara SPMI,” kata Anggota Pengupahan Kota Batam dari SPMI ini.


SPMI, katanya, tetap dengan angka KHL Rp1.176.793 yang didasarkan Permenaker 17 Tahun 2005. ”Acuan yang dipakai mereka hanya Surat Dirjen PHI dan mengeyampingkan Permenaker. Ini yang kita tuntut,” jelasnya.


Saat ditanya alasan wakil SPMI ikut meneken hasil survei, Anto menjelaskan, tanda tangan itu hanya untuk tanda bukti ikut mensurvei. ”Survei KHL tak perlu disepakati karena itu fakta riil di lapangan. Kalau ikut tanda tangan, bukan berarti menyetujui,” ucapnya.


Berbeda dengan SPMI, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batam takkan menyelesaikan masalah ini secara hukum. ”Kita memang kecewa adanya deadlock, tapi tak ada rencana mem-PTUN-kan Wako. Serahkan saja pada mekanismenya,” kata Edwin Haryono terkait polemik Upah Minimum Kota (UMK) Batam.


Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan sudah meneken SK KHL bulan November 2006 sebesar Rp1.026.793. Ini tertuang dalam SK Wako Nomor 233/HK/2006 tertanggal 16 Desember. Sementara, perundingan UMK Batam 2007, Selasa (19/12) lalu berakhir deadlock. (dea)

SPMI Minta DPRD Gelar Hearing

21 Desember 2006
* Terkait Penetapan KHL Batam

Batam, Tribun- Soal penetapan besaran KHL oleh Wali Kota Batam yang menurut pihak SPMI tidak mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 17/men/VII/2005, maka SPMI meminta DPRD Batam untuk mengadakan hearing.

"Kami meminta DPRD untuk melakukan fungsi kontrolnya," ujar Anto Sujanto, Perwakilan SPMI Batam, Rabu (20/12) kepada Tribun melalui telepon genggamnya. Menurutnya wali kota sudah mengangkangi peraturan menteri tersebut.

Ia mengatakan apabila DPRD tidak melakukan fungsi kontrolnya tersebut, buat apa DPRD ada di Batam. "Bubarkan saja," tambahnya. Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Batam Mustamin Husain mengatakan bahwa ia bersedia saja untuk mengadakan hearing.

"Kami bersedia saja untuk mengadakan hearing. Tapi sekarang anggota dewan banyak yang masih berada di luar kota. Tetapi walaupun begitu, saya akan usahakan untuk mengadakan hearing walaupun cuma tiga orang saja anggota dewan yang hadir," paparnya.

Menurut Mustamin, mereka tetap akan mengadakan hearing walaupun yang datang hanya pihak serikat pekerja saja. Pasalnya, kemungkinan pihak pengusaha untuk hadir sangat kecil sekali. "Mereka tak mungkin mau hadir, karena mereka beranggapan bahwa hal ini telah direkomendasikan ke gubernur," ujarnya.

Sedangkan dari pihak pemerintah kota yang diwakili Dinas Tenaga Kerja, menurut Mustamin juga kecil kemungkinan hadir. "Karena saya telah coba menghubungi, menurut mereka apa lagi yang mau dibicarakan sudah 10 kali pembahasan juga tetap deadlock," ujarnya.

Walau permintaan dari SPMI disampaikan secara lisan, ia tetap akan mengusahakan untuk hearing tersebut. Ketika ditanya kapan hearing itu akan diadakan, ia mengatakan kemungkinan Kamis (21/12) atau Jumat (22/12).

Ketika dikonfirmasikan mengenai hal tersebut melalui telepon genggamnya, Anto Sujanto menghargai itikad baik dari pihak DPRD tersebut. "Itu bagus, berarti ada upaya dari DPRD menyikapi hal ini," ujarnya.

Dan saat dikonfirmasikan pihak pengusaha tidak akan hadir, ia mengatakan tidak menjadi masalah. "Karena ini masalah penetapan KHL, jadi yang sangat diharapkan kehadirannya pihak pemerintah dan pekerja," ujarnya.(olo)

Kepala Disnaker Menangis

20 Desember 2006
* Pembahasan UMK 2007 Buntu
* Semua Pihak Ngotot Bertahan


Batam, Tribun - Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Drs Pirma Marpaung benar-benar sedih. Gagalnya perundingan UMK antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah membuat mata Pirma tampak merah dan berkaca-kaca.

"Saya sangat kecewa. Kita sudah berusaha agar perundingan tidak deadlock tapi semua pihak bersikeras. Sudahlah ya," ujar Pirma singkat keluar dari ruang rapat UMK di lantai 5 Kantor Wali Kota Batam, Selasa (19/12).

Sebelum benar-benar pergi, ia sempat menambahkan,"Secepatnya Kami akan melaporkan hasil perundingan ini kepada Wali Kota sepulangnya beliau dari luar negeri. Secepatnya pula usula-usulan UMK ini kami sampaikan kepada Gubernur Kepri,"ujarnya.

Sikap Pirma memang tidak seperti biasanya. Pada perundingan UMK sebelumnya, begitu selesai rapat dan keluar dari ruangan, ia tetap tampak ceria dan bersemangat menjawab pertanyaan para wartawan. Tapi perundingan UMK ke-11 atau yang terakhir kemarin yang juga menjadi perundingan terakhir telah membuat lelaki asal Sumatera Utara itu, menahan air mata.

Pihak-pihak yang hadir dalam rapat tersebut adalah Pirma Marpaung selaku Kepala Disnaker Batam yang memimpin rapat, Anto Sujanto perwakilan SPMI, Agus Suswanto dari SPSI, Yanuar Dahlan dan Erik sebagai perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam.

Seusai rapat yang tertutup dari wartawan dan umum tersebut, Yanuar Dahlan menceritakan, pihak Apindo tidak bisa menaikkan lagi angka usulan UMK dari Rp 851.675 atau 4,5 persen dari UMK 2006 yang besarnya Rp 815.000.

Dari serikat pekerja/buruh juga tidak menurunkan usulan angkanya. Dari SPMI dan SPSI tetap bersikeras angka UMK sama dengan angka KHL Rp 1.176.793. Sedangkan SBSI meminta kenaikan 13 persen dari UMK 2006 atau Rp 920.950.

Usulan SBSI tetap diperhitungkan meskipun perwakilannya tidak hadir dalam rapat yang berlangsung singkat itu. "Angka dari Apindo sudah menjadi keputusan final. Kami tidak bisa menaikkan usulan lagi dan perwakilan serikat buruh/pekerja juga tidak bisa menurunkan, maka perundingan tidak bisa dilanjutkan alias deadlock,"ujar Yanuar yang didampingi Erik.

Pasca deadlock-nya perundingan UMK, kata Anto, pihaknya tetap menuntut Gubernur Kepri Ismeth Abdullah untuk tidak menghiraukan usulan Apindo karena usulan tersebut tidak rasional dan sangat jauh dari angka KHL.

"Apindo juga bukanlah representatif dari pengusaha Batam yang mayoritas PMA yang mampu menggaji pekerja sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Kami juga meminta DPRD Batam memanggil Wali Kota Batam karena telah menetapkan keputusan KHL yang tidak sesuai dengan peraturan menteri tenaga kerja,"ujar Anto.

Sesuai dengan mekanisme pemutusan UMK, jika pembahasan UMK di tataran tripartit tingkat kota gagal, maka usulan dari masing-masing pihak (Apindo dan serikat buruh/pekerja) akan disampaikan kepada Gubernur melalui Wali Kota Batam. Selanjutnya, Gubernurlah yang akan menetapkan berapa besaran UMK untuk Kota Batam.

Menanggapi buntunya pembahasan UMK ini, General Manager Kawasan Industri Batamindo John Sulistidjawan, enggan berkomentar banyak. Pihaknya telah menyerahkan kepercayaan kepada Apindo sebagai perwakilan pengusaha baik dari perusahaan dalam negeri maupun perusahaan penanaman modal asing (PMA).

"Sekarang itu kan kebutuhan hidup yang mahal adalah komponen bahan makanan, transportasi, dan perumahan. Untuk transportasi dan perumahan itukan menjadi tanggungjawab pemerintah dalam pengadaannya. Seharusnya pemerintah juga ditekan untuk mengadakan fasilitas tersebut, jangan hanya janji-janji dari tahun ke tahun. Kalau dua komponen itu murah, pekerja juga tidak akan menuntut upah yang tinggi-tinggi. Begitu juga pengusaha jadi bisa merasa lebih nyaman,"ujar John ketika dihubungi Tribun via telepon selulernya.

Ia sangat mengharapkan, demonstrasi tidak lagi dilakukan pekerja. Sebab, efek yang ditimbulkan sangat besar karena membuat para investor tidak nyaman. "Masa setiap tahun harus berdemonstrasi tentang UMK. Investor itu bisa setiap saat hengkang dari Batam kalau kondisi tidak juga kondusif,"tambahnya.

General Manager Kabil Industrial Estate (KIE) Oka Simatupang mengatakan, deadlock- nya pembahasan UMK merupakan bagian dari proses perbedaan pendapat yang mesti disikapi secara damai. Kalau pun pekerja hendak berunjukrasa merupakan hak menyampaikan pendapat.

"Angka yang ditawarkan Apindo kan jaring pengaman agar perusahaan tidak menggaji pekerja di bawah itu. Kalau perusahaan di KIE sendiri terutama PMA yang bergerak di perminyakan tidak mungkin menggaji pekerja dengan UMK pasti di atas Rp 1 juta. UMK kan hanya untuk perusahaan-perusahaan kecil,"kata Oka saat dihubungi melalui telepon selulernya.

Ia menambahkan, pihaknya akan menerima semua keputusan pemerintah dan menyerahkan keputusan besaran UMK sesuai mekanisme yang telah diatur pemerintah. "Kalau kami di KIE tidak ada yang keberatan dengan keputusan pemerintah. Semua perusahaan akan tunduk dengan keputusan pemerintah. Kalau memang pembahasan UMK di tingkat tripartit deadlock, kan bisa diserahkan kepada Gubernur untuk memutuskan. Kalau ada yang keberatan dengan keputusan gubernur nantinya, silahkan tempuh jalur hukum,"terangnya.

Ketua Apindo Abidin Hasibuan mengaku sedang berada di Cina. "Saat ini saya sedang berada di Shenzhen Cina. Hubungi saja juru bicara Apindo," ujarnya melalui pesan pendek.

Wali Kota Teken KHL
Pada tanggal 16 Desember lalu, sebelum Wali Kota Batam Ahmad Dahlan berangkat studi banding ke Shenzhen (Cina) dan Dubai, ternyata telah menandatangani surat keputusan angka KHL Kota Batam. Namun, SK tersebut baru diberikan kepada perwakilan serikat pekarja/buruh serta Apindo saat perundingan UMK kemarin.

Dalam SK tersebut diputuskan bahwa angka KHL Batam adalah Rp 1.026.793. Dalam SK tersebut juga disampaikan bahwa angka tersebut merupakan hasil survei tim yang beranggotakan Dewan Pengupahan Kota Batam yang di dalamnya juga terdapat perwakilan tri partit dan diketuai Badan Pusat Statistik Batam.

Namun, ternyata angka KHL yang ditetapkan Wako, menurut Anto Sujanto masih tidak sesuai dengan peraturan menteri tenaga kerja (Permenaker) nomor 17/MEN/VIII/2005. "Angka yang sesuai dengan permenaker itu Rp 1.176.793 dimana kamar pekerja itu dihitung satu kamar untuk satu orang bukan dua orang. KHL yang di-SK-an Wako itu satu kamar untuk dua orang. Ini tidak sesuai Permenaker,"terangnya.

Untuk itu, lanjutnya, SPMI akan menggugat SK Wako tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Kami akan menggugat SK Wako tersebut,"tegas Anto.(nix)

SPSI Tidak Ingin UMK ”Deadlock”

SPSI Tidak Ingin UMK ”Deadlock” Cetak E-mail
Senin, 18 Desember 2006
BATAM (BP) - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batam tak menginginkan pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2007 deadlock. Syaratnya, Pemko Batam mau membuat komitmen tentang Upah Minimum Sektoral (UMS).

Anggota Dewan Pengusaha Kota Batam dari SPSI, Februari menegaskan, pihaknya tak ingin mempolemikkan tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan tak berniat Mem-PTUN-kan Wali Kota Batam, terkait keengganan Wako meneken KHL.
”Dalam pembahasan ke-10 nanti, kami hanya minta komitmen tentang KHL saja. Jika disepekati, kami jamin pembahasan UMK takkan deadlock,” kata Februari, yang didampingi Ketua DPC SPSI Batam Edwin Haryono, Ahad (17/12) kemarin.
Ia mengaku kecewa dengan pola pembahasan yang mirip berdagang sayur yang masing-masing pihak mengedepankan kepentingan kelompok.


“SPSI tak pernah menuntut UMK harus sama dengan KHL. Itu aturannya dari mana. Hal terpenting adalah semangat pentahapan UMK sama dengan KHL,” ujarnya.


Edwin Haryono menegaskan, SPSI takkan mem-PTUN-kan Wali Kota Batam terkait KHL, karena menginginkan pembahasan UMK tak deadlock. “Kalau deadlock siapa yang rugi. Pekerja juga karena Wali Kota Batam bisa merekomendasikan tak ada perubahan nilai UMK. Polanya status quo. Kami tak mau itu, makanya mengusahakan perundingan. Saya juga protes adanya pihak-pihak yang mengatasnamakan juru bicara pekerja serikat dalam wawancara dengan wartawan,” kata Edwin.


Di tempat terpisah, Wakil Ketua Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Kota Batam Anto Sujanto meminta DPRD Batam memanggil Wali Kota Batam dan serikat pekerja kalau KHL ditetapkan tak mengacu pada Permenaker 17 Tahun 2005. “Kalau KHL ditetapkan cacat hukum, ujung-ujungnya UMK juga cacat hukum. Kita minta DPRD Batam proaktif melihat permasalahan ini,” ujar Anto, Ahad (17/12).


Baik Februari maupun Anto Sujanto mengaku belum mendapatkan informasi jadwal pembahasan ke-10. Dalam pembahasan kesembilan, Apindo menaikkan usulan dari Rp847.000 menjadi Rp851.675 atau 4,5 persen dari UMK Batam 2006 sebesar Rp815.000. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menurunkan usulan dari Rp1.026.793 menjadi Rp1.006.252. Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) tetap ngotot dengan usulannya Rp1.026.793 dan SBSI tetap di angka Rp920.950. (dea)

SPMI Minta DPRD Pro Aktif

18 Desember 2006
BATAM - Perwakilan SPMI (Serikat Pekerja Metal Indonesia) Batam Anto Sujanto, meminta DPRD Batam lebih pro aktif dalam hal penetapan berapa jumlah besaran KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang benar sesuai dengan fakta yang ada.

"Kami meminta DPRD Batam untuk pro aktif memanggil Wali Kota dan serikat pekerja untuk duduk bersama, dengan menghentikan sejenak perundingan UMK (Upah Minimum Kota) sampai didapatkan parameter KHL yang benar sesuai fakta yang ada," ujarnya kepada Tribun, Minggu (17/12).

Menurut Anto, bila KHL cacat hukum, maka besaran UMK yang didapatkan nantinya juga cacat hukum. Ia juga menambahkan, bila Wali Kota Batam menetapkan besaran KHL tidak merujuk pada peraturan Menteri Tenaga Kerja No 17/men/VII/2005, berarti Wali Kota mengangkangi perudang-undangan yang berlaku.(olo)