Saturday, January 6, 2007

Gaji Pekerja Cuma untuk 22 Hari

01 Januari 2007
SPMI tetap akan PTUN-kan Wali Kota

MENANGGAPI keputusan gubernur yang menetapkan UMK Batam sebesar Rp 860 ribu, Wakil Ketua Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam, Anto Sujanto mengatakan, kenaikan tersebut semata-mata merupakan permintaan dari Jakarta dan Singapura. Ia menjelaskan, dalam pertemuan G to G di Jakarta beberapa waktu lalu, Singapura meminta agar kenaikan upah minimum sebesar 5 persen.

"Terbukti sudah semuanya. Saya mengetahui jika Singapura yang memiliki banyak perusahaan di Batam meminta agar angka kenaikan upah sekitar lima persen. Dan sekarang, kenaikan yang terjadi adalah 5,5 persen dari UMK lama," jelasnya kepada Tribun, Minggu (31/12).

Dari situ bisa disimpulkan, kata Anto, jika UMK Batam sudah ditentukan oleh Jakarta dan Singapura. "Padahal dengan dasar hukum apapun, UMK itu merupakan kewenangan daerah, gubernur yang menetapkannya secara yuridis. Jadi hal ini tak bisa dibenarkan," paparnya.

"Secara yuridis yang menetapkan memang gubernur, tapi sekarang, ada pengaruh yang datang dari luar," tambahnya.

Besaran UMK ini juga sarat dengan kepentingan rencana pemberlakuan SEZ di Batam. "Dalam komitmen G to G telah dibuat kesepakatan untuk membuat upah murah di Batam," ungkapnya.

Padahal, kata Anto, kalau SEZ memang diberlakukan, seharusnya pekerja mendapatkan upah yang spesial. Otomatis, dengan banyaknya Perusahaan Modal Asing (PMA) di Batam ini, seharusnya mereka mampu memberikan upah yang lebih tinggi.

Jika dihitung-hitung, dengan upah sebesar Rp 860 ribu, seorang pekerja yang berstatus lajang hanya bisa hidup selama 22 hari. "Besaran Rp 860 ribu itu hanyalah 73 persen dari angka kebutuhan hidup layak (KHL) di Batam. Tentu saja dengan angka tersebut, mereka hanya bisa mencukupi kebutuhan hidup selama 22 hari," katanya.

"Lalu setelah 22 hari, apa yang harus mereka lakukan untuk menyambung hidup. Yang lebih parah, darimana biaya transportasi agar mereka bisa pergi bekerja selama 8 hari terakhir. Kalau mereka tak bisa berangkat bekerja, kan yang rugi juga perusahaan sendiri," sambungnya.

Menurut Anto, itu adalah hitung-hitungan untuk pekerja yang berstatus lajang. "Bisa dibayangkan bagaimana untuk pekerja yang sudah menikah?" paparnya.

Karenanya, Anto meminta agar dilakukan perubahan proses voting penentuan UMK Batam. Masalahnya, menurut Anto, pemerintah juga menggunakan hak pilihnya dalam proses tersebut.

"Padahal, seharusnya pemerintah hanya berfungsi sebagai legislator dan tak bisa menggunakan hak pilih. Perundingan hanya terjadi antara pekerja dan pengusaha," ungkapnya.

"Jadi, penetapan upah ini seakan terkesan dipaksakan karena sama sekali tak sesuai dengan KHL," papar Anto.

Anto mengakui pihaknya masih membicarakan kemungkinan aksi demo besar-besaran yang akan dilakukan. Namun tanpa melakukan aksi demo itu, ada aksi demo tanpa biaya yang lebih menyakitkan, yakni para pekerja yang tak sanggup lagi pergi bekerja.

Anto juga menghimbau DPRD Batam untuk tak memberikan rekomendasi kenaikan tarif air ATB. "Karena itu akan memberikan impact langsung terhadap pekerja dan kebutuhan hidup mereka," katanya.

Mengenai ancaman akan mem-PTUN-kan Wali Kota, Anto mengaku pihaknya kini sedang serius mempersiapkan semuanya. "Kami sedang berkoordinasi dengan semua pihak untuk membawa masalah KHL ini ke PTUN," pungkasnya.(rur)

No comments: