Saturday, January 6, 2007

Jalan Engku Putri Diblokir

15 Desember 2006
Desak Wali Kota Segera Tetapkan Angka KHL

Batam, Tribun - Belum tuntasnya pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2007 menyulut aksi ujukrasa pekerja, Kamis (14/12). Massa pekerja memenuhi jalan masuk Kantor Wali Kota di Batam Centre dan meminta Wali Kota, Ahmad Dahlan segera menetapkan angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Aksi dari pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini dimulai pukul 08.00 WIB. Sebagian besar karyawan pabrik di Kawasan Industri Batamindo, Mukakuning ini datang menggunakan puluhan bus dan angkutan kota yang sengaja dicarter. Pekerja yang demo diperkirakan mencapai ribuan orang.

Akibat aksi ini, sepanjang Jalan Engku Puteri menuju Kantor Wali Kota dan gedung DPRD diblokir polisi. Puluhan polisi juga mengawal pintu masuk halaman Kantor Wali Kota yang tertutup pagar.

Para pendemo menggelar orasi dari atas truk yang membawa genset dan soundsystem. Yel-yel "solidarity forever" menggema di celah-celah suara protes dan tuntutan penetapan upah. Aksi unjukrasa itu dilakukan karena perundingan tahap ke-9 Dewan Pengupahan Kota (DPK) pada sehari sebelumnya belum berhasil mencapai kata sepakat mengenai besaran UMK tahun 2007. Perundingan tripartit diikuti perwakilan pengusaha, pengurus serikat pekerja/buruh dan Pemerintah Kota Batam pada hari itu hanya menyepakati pertemuan lanjutan.

Dalam perundingan DPK, perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam mengajukan empat opsi yaitu Rp 831.300 (naik 2 persen dari UMK 2006), kemudian Rp 835.375 (naik 2,5 persen) dan Rp847.600 (naik empat persen) dan pada akhirnya Rp 851.675 (naik 4,5 persen).

Kebanyakan pekerja wanita ikut membentangkan spanduk dan poster bertuliskan seperti, "Tolak upah murah", "Wakil Wali Kota mana janjimu kepada buruh Batam untuk UMK" dan "Bapak Wali Kota jangan beri makan keluarga anda dengan uang suap".

Sebagian besar pendemo adalah karyawan yang bekerja shift malam. Mereka mengenakan ikat kepala warna putih menandakan unit serikat pekerja perusahaan tempat bekerja seperti PT Panasonic, PT Sanyo dan sebagainya.

Ada pula seorang pendemo yang duduk di pojok pagar DPRD ikut menyertakan bayinya yang masih satu tahun. Bayi laki-laki bernama Adrian ini dihias layak pendemo mengenakan ikat kepala warna putih bertuliskan "PUK-PT Varta", tempat kedua orangtuanya bekerja. Dengan wajah lucu dan mengemaskan dalam gendongan ibunya, bayi Adrian ikut mengangkat tangan memegang gelas air mineral. "Ibunya kerja di PT Varta sama dengan ayahnya. Masuk malam lagi Om. Kami tinggal di Tembesi," tutur ibu Adrian, yang mengenakan jilbab putih kepada Tribun.

Secara bergantian pekerja melakukan orasi memprotes keras belum tuntasnya penetapan UMK. Perwakilan pekerja di Dewan Pengupahan, Anto Sujanto, membacakan tujuh tuntutan kepada Wali Kota, DPRD dan Gubernur Kepri.

Secara runut tuntutannya adalah, meminta Wali Kota menetapkan angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Rp 1.176.793, meminta Wali Kota merekomendasikan UMK sama dengan KHL, meminta DPRD memberi dukungan kepada Wali Kota dengan cara mengirim surat ke Gubernur Kepri, meminta DPRD tidak merekomendasikan kenaikan tarif air bersih dan meminta Pansus DPRD tentang konsesi air dibubarkan, meminta Gubernur tidak tunduk pada keinginan pemerintah pusat dan Singapura dalam penetapan UMK dan menginginkan hubungan industrial pengusaha-pekerja harmonis dimana Wali Kota harus membentuk Tim Monitoring Harga.

Setelah tiga jam berorasi, perwakilan pekerja diminta masuk ke Kantor Wali Kota bertemu dengan Sekdako, Agussahiman dan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Pirma Marpaung. Setelah menyampaikan tuntutan, perwakilan pekerja mengajak dua pejabat ini keluar Kantor menemui rekan-rekannya.

Agussahiman dan Pirma pun keluar menemui ribuan pendemo yang menduduki sekitar 100 meter Jalan Engku Puteri. Keduanya naik ke atas truk dan menyampaikan beberapa hal. "Aksi saudara-saudara dilindungi hukum, semua yang disampaikan sudah kami tampung dan nanti akan ditindaklanjuti," ujarnya.

Namun, ucapan Agussahiman tidak memuaskan pendemo yang serempak menyoraki, "hhhhuuuuuuuu!" Kemudian giliran Pirma pula menyampaikan tanggapan namun ia tidak secara tegas menyatakan setuju dengan usulan pendemo. "Saudara-saudara, kita minta Wali Kota menemui kita," ujar Anto pula.

Para pendemo tidak bisa langsung menemui Wali Kota yang saat itu sedang melakukan pertemuan dengan tokoh Lembaga Adat Melayu (LAM) dan pengurus paguyuban se-Batam di lantai IV. Namun, saat dialog dengan tokoh masyarakat ini, Wali Kota sempat mendapat pertanyaan seputar aksi pekerja.

Sekitar pukul 12.00 WIB, para pekerja yang shift malam dipersilakan pulang. Otomatis tinggal ratusan pendemo saja bertahan untuk tetap bertemu Wali Kota. Setelah dua jam menunggu di ruang rapat di lantai IV, seratusan perwakilan pekerja diterima Wali Kota.

Dalam pertemuan, Wali Kota mengatakan, akan mempertimbangkan usulan pekerja sebagai bahan mengambil keputusan. Ia berjanji secepatnya membahas usulan tersebut.

Saat pertemuan dengan tokoh masyarakat, Wali Kota menegaskan tidak bisa membuat keputusan UMK sebelum ada kesepakatan perwakilan pengusaha dan perwakilan pekerja dalam forum tripartit. "Saya bukan tidak mau tandatangan tapi belum karena harus sepakat dulu pekerja-pengusaha. Ini masih dibahas dan satu atau dua pertemuan lagi. Pak Ismeth bilang kalau perundingan tidak ketemu, serahkan ke Gubernur," ujarnya.

Wali Kota menegaskan, menjelang penetapan Special Economic Zone (SEZ), upah yang terlalu tinggi sangat tidak kompetitif dan bila terlalu rendah akan membuat buruh menderita.

Sampai pukul 18.00 WIB, puluhan pendemo masih bertahan dalam kantor Wali Kota. Sekitar pukul 19.00 WIB tadi malam, Kepala Bagian Humas Pemko, Guntur Sakti mengatakan sebagian pekerja sudah pulang. "Saya sekarang masih di kantor, kelihatannya sepi-sepi saja. Katanya sebagian pekerja sudah pulang," ujarnya.(rud/zur/olo)

No comments: