Tuesday, June 19, 2007

Serikat Pekerja Desak Gubernur

Serikat Pekerja Desak Gubernur PDF Cetak E-mail
Senin, 18 Juni 2007
Minta UMS-Pariwisata Batam Segera Ditetapkan
BATAM (BP)
- Serikat pekerja/buruh dari berbagai organisasi mendesak Gubernur Provinsi Kepri, Ismeth Abdullah segera menetapkan Upah Minimun Sektoral Pariwisata (UMS-P), paling lambat, Kamis (21/6) mendatang. Demikian disampaikan para perwakilan serikat pekerja/buruh saat menggelar konfrensi pers di Batam Centre Mall (BCM), Sabtu (16/6) lalu.

Mereka yang hadir dalam konfrensi pers tersebut, Korwil KSBSI Provinsi Kepri dan staf, Ayi Afriyanto dan Ma’roof Pane, Ketua DPC SP PAR SPSI Kota Batam, Immanuel Purba, Sekjen SPTI Provinsi Kepri, Nasib dan Ketua DPW SPTI, Dede Suparman. Hadir juga Dewan Pengupahan Provinsi Kepri, Ade Nasution, perwakilan akademisi, Agus Wibowo, perwakilan SPMI, Raja Mustakim, perwakilan pengusaha, Serta Tariga dan Otong, Dewan Pengupahan Provinsi Kepri dari perwakilan SPSI dan SPMI Kota Batam.


Menurut Ayi, lambannya penetapan UMS-Pariwisata karena pemerintah provinsi (Pemprov) kurang pro aktif untuk segera menyelesai masalah ini. Bahkan, kata dia, gubernur kurang tegas dalam menyikapi persoalan ini, sehingga penetapan UMS Pariwisata jadi berlarut-larut. ”Jika Gubernur tak tegas, justru akan menciptakan iklim yang tidak kondusif, karena tak adanya kepastian hukum,” jelasnya.


Ayi menambahkan, pada 21 Mei lalu mereka telah bertemu dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Pemprov Kepri, H Azman Taufik. Waktu itu mereka minta agar UMS-Pariwisata ditetapkan dalam tiga hari sejak aksi tersebut, tapi oleh Kadisnakertrans, minta agar empat hari. ”Nyatanya, sampai hari ini belum juga ditetapkan,” ucapnya.


Untuk itu, sambung Immanuel Purba, mereka akan kembali menggelar aksi pada Kamis (21/6) mendatang, jika dalam beberapa hari ini Gubernur tak juga menetapkan UMS. ”Kita sudah masukan surat ke Polda, untuk izin aksi pada Kamis (21/6) nanti,” tegasnya.


Terkait tuntutan penetapan UMS-Pariwisata ini, bagi serikat pekerja sangat normatif, karena yang mereka tuntut hanya kenaikan lima persen dari Upah Minimum Kota (UMK) Kota Batam, berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor:PER-01/MEN/1999. ”UMK Kota Batam sebesar Rp860.000, jadi UMS Pariwisata harusnya Rp903.000. Kita tak menuntut lebih kan,” kata Purba.


Meski demikian, lanjut dia, saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang menaikkan UMS-Pariwisata, antara lima sampat tujuh persen. Langkah yang diambil para pengusaha itu, sebagai antisipasi kenaikan UMS-Pariwisata. ”Jadi, sekarang ini sebenarnya yang ditunggu tinggal ketegasan dari pemerintah saja,” tambah Agus Wibowo.


Hal senada juga disampaikan Dewan Pengupahan dari Perwakilan Pengusaha, Raja Mustakim. Menurutnya, semakin cepat UMS-Pariwisata ini ditetapkan, maka akan lebih baik, karena dapat memberikan multiplier effect yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan dunia usaha.
”Lambannya UMS- Pariwisata ini ditetapkan karena gubernur masih mengikuti paradigma lama, yang kembali menyodorkan keputusan lewat atasannya. Sekarang ini keputusan sudah ditangan gubernur,” jelasnya. (mta)

Apindo Menolak, DPRD Setuju

Apindo Menolak, DPRD Setuju PDF Cetak E-mail
Rabu, 13 Juni 2007
Usulan Kenaikan PPJ
BATAM (BP)
- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam menolak rencana Pemko Batam menaikkan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dari tiga persen jadi lima persen. Apindo meminta Pemko dan DPRD tidak tidak memaksakan kehendak.

”Kalau dinaikkan juga, maka Pemda (Pemko, red) tidak punya hati nurani, tidak pro dunia usaha dan tidak pro masyarakat kecil,” ujar Ketua Apindo Kota Batam Abidin, saat menghubungi Batam Pos, kemarin dari China. Abidin menambahkan, hampir semua kalangan masyarakat ikut merasakan jika PPJ dinaikkan. Termasuk pusat perbelanjaan, industri dan masyarakat luas. Komponen kenaikan itu akan dimasukkan pada beban biaya yang pada gilirannya, bisa memicu kenaikan harga barang-barang, yang tentunya memberatkan masyarakat.


Abidin meminta, anggota DPRD Kota Batam memperjuangkan aspirasi dunia usaha dan masyarakat dengan menolak kenaikan PPJ dari 3 persen menjadi 5 persen. Jika ada anggota DPRD Kota Batam mendukung kenaikan PPJ, sama saja mengkhianati kepercayaan masyarakat.


”Anggota dewan dipilih oleh masyarakat, semestinya menjalankan fungsi pengawasannya terhadap kebijakan yang diambil pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Jangan sampai memberatkan masyarakat. Apindo akan mendesak tokoh masyarakat dan semua kalangan menolak PPJ,” tegas Abidin.
Abidin juga menegaskan, jika PPJ jadi dinaikkan, maka Apindo akan membentuk tim pencari fakta yang akan mengungkap beberapa pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar, namun terindikasi tidak dilaporkan secara jelas. ‘’Kemana PAD kita selama ini, Apindo akan bongkar melalui tim pencari faktanya,” katanya.


Bahkan, Apindo tak akan segan-segan melaporkan temuan mereka ke Kejagung dan KPK bahkan ke Presiden, untuk mengusut penggunaan PAD yang terindikasi tidak transparan dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Bahkan, Apindo tidak akan segan-segan mengerahkan anggotanya untuk menggelar mogok makan di Kejagung dan KPK, sampai kasus-kasus penggunaan PAD yang terindikasi tidak transparan diusut.


Ditanya contoh PAD yang tidak terkelola dengan baik dan tidak transparan penarikannya? Abidin mengatakan cukup banyak. Apindo memiliki data yang cukup, namun ia masih menahan diri untuk tidak membeberkannya saat ini. ‘’Jangan rakus-lah,” kata Abidin.


Selama ini, lanjut Bos Satnusa Persada ini, Apindo tidak mau ikut campur soal PAD, namun jika pemerintah tidak juga memperhatikan nasib dunia usaha dan masyarakat kecil, maka Apindo akan melawan. ‘’Kesabaran kami sudah habis, kami akan lawan selaku rakyat. Kalau keputusan Tuhan oke-lah kami tidak melawan. Tapi kalau kebijakan manusia tidak sesuai, kami lawan, kami tidak main-main,” katanya.


Menurutnya, selama ini, koruptor di kalangan birokrat sangat sulit tersentuh. Akibatnya, semakin hari semakin kaya. Namun, jika kali ini bertambah rakus, maka Abidin tidak akan segan-segan membongkarnya.


Menaikkan tarif PPJ, lanjut Abidin, sama saja berburu di kebun binatang sendiri. Kalau berburu di kebun binatang, lama-lama binatangnya habis. Jika kenaikan PPJ itu dipaksakan, maka lama-lama pengusaha dan masyarakat kian menderita.


Menurutnya, masih banyak potensi PAD lainnya yang bisa dikejar, selain PPJ. Salah satunya, penumpang dari luar Batam yang berangkat ke luar negeri melalui pelabuhan feri di Batam. Atau pengguna paspor dari luar Batam yang berangkat melalui pelabuhan di Batam, bisa dikenakan pajak. Besarannya, bisa berkisar Rp30 ribu-Rp50 ribu per penumpang, seperti yang diterapkan di Palembang. ‘’Kalau PPJ naik, matilah dunia usaha dan masyarakat kecil. Sudah sulit, ditambah sulit lagi,” ujar Abidin, heran.


Abidin juga mengingatkan pemerintah, jika menaikkan tarif PPJ, sama saja menciptakan kondisi iklim investasi yang high cost (berbiaya tinggi). Hal ini bertentangan dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17/2006 yang melarang menciptakan kondisi yang memberatkan dunia usaha (high cost). Kalau Keppres tersebut diabaikan oleh pemerintah, kata Abidin, maka ia tak akan segan-segan melawan kesewanang-wenangan itu.


Abidin juga mengimbau organisasi buruh yang ada di Batam untuk bersatu menolak rencana kenaikan PPJ, karena bisa memberatkan dunia usaha dan masyarakat, termasuk buruh yang ada di Batam. ‘’Jangan hanya berani demo UMK, mana aksi buruh saat tarif PPJ mau dinaikkan,” ujar Abidin.

Dewan Dukung Pemko

Anggota Panggar DPRD Batam Irwansyah mengatakan, kenaikan PPJ dari tiga persen menjadi lima persen seperti yang termuat dalam ranperda tentang Perubahan Perda Nomor 15 Tahun 2001 tentang Pajak-pajak Daerah Kota Batam, masih dalam koridor yang diperbolehkan undang-undang. Dalam UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, PPJ bisa dinaikkan maksimal 10 persen.


”Usulan itu saya kira wajar. Cuma naik dua persen. Dan dalam undang-undang itu diperbolehkan sampai 10 persen. Namun, kita ambil tengah-tengah saja,’’ kata Irwasnyah, kemarin.
Mengenai adanya penolakan dari elemen masyarakat, seperti yang diungkapkan Ketua Apindo Batam Abidin, Irwansyah mengatakan, Apindo atau masyarakat Batam harus memahami latar belakang dan alasan kenaikan PPJ tersebut.


”Itu kan untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Batam. Itu kita naikkan karena di sektor itu, kita anggap masih bisa ditingkatkan. Kalau PAD naik, kan masyarakat juga merasakan,’’ ujar Ketua Fraksi PPP-Plus DPRD Batam itu.


Dalam target APBD 2007, kata Irwansyah, jika PPJ naik jadi lima persen mulai Juli mendatang, PAD Batam dari sektor PPJ akan mencapai Rp30 miliar. ”Sebenarnya peningkatannya tak begitu besar. Kalau tetap tiga persen, dari sektor ini Rp26 miliar. Kalau mulai Juli naik dua persen, akan jadi Rp30 miliar,’’ tukasnya.


Irwansyah meminta Pemko Batam konsisten dan meningkatkan pelayanannya seiring dengan kenaikan PPJ itu, terutama dalam hal penerangan jalan umum (PJU). Rencana pembangunan 5.500 PJU di seluruh Batam harus membuat Batam terang benderang dan manfaatnya bisa dirasakan masyarakat.


”Apalagi nantinya, PJU ini akan ditangani bidang khusus yang ada di Dinas Tata Kota dalam SOTK baru. Perawatannya harus maksimal agar tak terjadi lampu mati dan sebagainya,’’ katanya.


Pembangunan 5.500 PJU itu, karena proyek multiyears, kata Irwansyah, bisa jadi tak beriringan dengan rencana kenaikan PPJ. ”Bisa saja naik dulu, baru bangun PJU-nya, karena proyek multiyears harus mendapatkan rekomendasi dewan. Namun, itu tak masalah,’’ katanya.


Masalah jadi naik atau tidaknya PPJ itu, sekarang ada di tangan DPRD Batam. Wali Kota Batam sudah mengajukan ranperda ke dewan dan dewan akan membentuk panitia khusus untuk membahas ranperda itu.


Pantauan Batam Pos, masih banyak jalan-jalan umum yang belum terpasang PJU. Seperti di jalan umum sepanjang Taman Kota Baloi hingga perempatan Baloi menuju Penuin, sepanjang jalan ke bandara atau pelabuhan Punggur, sepanjang jalan di Seipanas menuju under pass Seraya dan lain-lain.
Selain, banyaknya jalan umum yang belum terpasang PJU, juga banyak PJU yang tak menyala. Ini diperparah dengan adanya kasus sejumlah pencurian kabel PJU di Batam. (nur/med)

Biaya Hidup Warga Rp2,2 Juta Per Bulan

Biaya Hidup Warga Rp2,2 Juta Per Bulan PDF Cetak E-mail
Selasa, 05 Juni 2007
BATAM (BP) - Survei membuktikan, hidup di Batam memang mahal. Dari bulan ke bulan, biaya hidup terus melonjak. Di luar kebutuhan biaya makanan, pengeluaran rata-rata satu rumah tangga atau keluarga di Batam mencapai Rp2,2 juta per bulan. Biaya hidup ini, naik dibandingkan hasil survei Januari-Maret 2007 yakni mencapai Rp1,73 juta. Survei biaya hidup untuk makanan, masih berlangsung hingga 1 Juli mendatang.

Dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia, pengeluaran rata-rata rumah tangga di luar makanan di Batam masih lebih tinggi. Batam mengalahkan Banjarmasin yang pengeluarannya sebulan Rp900 ribu untuk di luar makanan, Depok Rp1,5 juta, Cilegon Rp1,1 juta dan Palembang Rp1,3 juta. Bali pengeluarannya Rp1,75 per bulan. Data pengeluaran bulanan rumah tangga ini, dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Batam yang melakukan survei non makanan sejak bulan Januari 2007.

Sedangkan survei bahan makanan masih berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juli 2007. ”Tingginya biaya hidup di Batam karena harga dasarnya memang sudah tinggi, selain itu biaya kontrak rumah dan biaya transportasi juga tinggi,’’ kata Kepala BPS Batam Mawardi Arsyad kepada Batam Pos, tadi malam.
Menurut Mawardi, Survei Biaya Hidup (SBH) non makanan sudah yang dimulai sejak Januari lalu, telah selesai dilakukan dan didapat hasilnya.


”Kalau SBH makanan telah dimulai 28 Mei lalu sampai 1 Juli mendatang. Setelah itu mulai lagi SBH di luar makanan tahap kedua yang berlangsung sampai Desember mendatang. Tahap pertama pengeluaran di luar makanan mencapai Rp2,2 juta,” kata Mawardi, Senin (4/6) di ruang kerjanya.


Dijelaskannya, jumlah komponen yang dikonsumsi masyarakat Batam semakin bertambah ketimbang tahun 2002 lalu saat SBH terakhir dilakukan. Tahun 2002, pengeluaran makanan dan non makanan satu rumahtangga di Batam hanya Rp2,4 juta.


“Kontrak rumah, transportasi naik dan sembako harganya jauh lebih mahal ketimbang tahun 2002. Belum lagi sekarang pulsa handphone sudah kebutuhan wajib. Sebulan saja hasil survei kita sekitar Rp60.244,” ujarnya.


”Dalam SBH semuanya dihitung. Diberi orang pun makanan juga dihitung sebagai pengeluaran. Termasuk dikasih rumah dan kenderaan dinas, juga dihitung sebagai pengeluaran,” tukasnya.
SBH tahap pertama di luar makanan dilakukan terhadap 685 rumahtangga. Pada SBH tahap dua dilakukan lagi survei pada 685 rumahtangga. Jumlah total rumahtangga yang disurvei 1.370 rumahtangga. “Saat disurvei petugas kita ada sekitar lima persen warga yang sudah pulang kampung. ,” kata Mawardi.

Makin Boros

Jika dilihat dari hasil survei yang dilakukan BPS, ada kecendrungan warga Batam makin konsumtif dan boros. Pada survei tri wulan 2007, di luar makanan, ada 500 item pengeluaran. Padahal, pada tahun 2002 hanya 350 item pengeluaran sebulan dan sudah termasuk biaya makanan. “Kalau dibilang boros benar juga karena jenis komponen pengeluaran bertambah. Sekarang hampir semua orang punya handphone. Ada pengeluaran untuk beli pulsa,” ujarnya. (dea)

”Out Sourching” Masih Diminati

”Out Sourching” Masih Diminati PDF Cetak E-mail
Sabtu, 02 Juni 2007
BATAM (BP) - Meski demo dari pekerja menuntut perusahaan out sourching atau subkon pekerja ditiadakan, namun keberadaannya masih tetap dicari dan diminati sebagian orang. Terutama mereka yang kesulitan mencari pekerjaan.

Hal ini bisa dilihat dengan semakin bertambahnya jumlah perusahaan yang bergerak di bidang jasa ini. Data yang ada pada Dinas Tenaga Kerja mulai tahun 2000 hingga 2006, mencatat sebanyak 45 perusahaan out sourching aktif di Batam. Dengan rata-rata jumlah tenaga kerja (manpower) yang mereka tempatkan di perusahaan user di atas 200 orang.


Menurut Head Departement Admin & Operational PT Quality Sekawan Mandiri (QSM), salah satu perusahaan outsourcing, Mustafa HS, jumlah ini belum jumlah sebenarnya di lapangan. Info yang diperolehnya dari Riyanto, direktur PT QSM yang juga juga ketua perhimpunan Lembaga Pelayanan Penempatan Swasta (LP2S), terdapat 200 lebih perusahaan sejenis di Batam. ”Mungkin di antara mereka ada yang belum didaftar Dinas,” katanya.


Mengenai adanya tuntutan serikat pekerja, menurut Mustafa, wajar terjadi. Pasalnya, memang ada oknum yang melakukan pemotongan upah karyawan. Bahkan hingga 30 persen dari upah lembur. ”Kami tidak memotong gaji karyawan. Sejak awal, kami melakukan kesepakatan dengan user untuk memberi fee atas jasa mengurus segala tetek bengek mereka sebagai karyawan. Misalnya pengurusan Jamsostek,” katanya.
Tapi, lanjut dia, dengan adanya outsourcing, pencari kerja sangat terbantu. Mereka bisa sewaktu-waktu mendapat pekerjaan. Tentu saja selama perusahaan tersebut tidak bermasalah. (cr6)

Karyawan Hotel Unjuk Rasa

Karyawan Hotel Unjuk Rasa PDF Cetak E-mail
Rabu, 23 Mei 2007
Minta ”Service Charge” Dibayar dan Skorsing Dicabut
BATAM (BP)
- Puluhan karyawan Hotel Panorama Regency yang dikoordinir Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Pariwisata Kota Batam melakukan demonstrasi, Selasa (22/5) di jalan samping Panorama Regency. Mereka memprotes skorsing terhadap Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) Panorama Regency, Syahruddin dan sekretarisnya, Suyana.

”Karyawan tersebut lapor ke PUK SPSI Panorama Regency. Setelah negosiasi, akhirnya manajemen hotel mengakui uang yang harus dibayar Rp124 juta. Rencananya dimulai sejak Januari 2007 lalu. Tapi kembali ada masalah baru,” kata Ketua DPC SPSI Pariwisata Kota Batam, Immanuel D Purba.


Masalah baru itu, katanya, adalah uang service charge untuk 22 orang karyawan kontrak tersebut yang dijanjikan dilunasi. ”Bulan Januari tidak ada masalah, tapi mulai bulan Februari mulai bermasalah. Setiap bulan gaji karyawan dipotong Rp59 ribu per karyawan. Uang disatukan dalam pengeluaran untuk koperasi. Ini yang diprotes karyawan yang lain,” ujarnya.


Karyawan yang tidak puas dengan kebijakan ini melalui PUK SPSI Panorama Regency melakukan protes ke manajemen. Tetapi tidak ada penyelesaian, malahan kedua orang pimpinan PUK diskorsing tanpa batas. Karyawan, katanya, juga sudah membuat pernyataan sikap agar general manager Panorama Regency mundur dari jabatannya karena dinilai tidak memperhatikan nasib karyawan. ”Manajemen dan karyawan telah melapor ke Polsek Batuampar,” papar Immanuel


Usai aksi demo berakhir, manajemen Hotel Panorama Regency memberikan penjelasan ke pers. Menurut General Managernya Lody Anjes, permasalahan yang dituntut 22 karyawan hotel itu sedang dalam proses hukum di Pengadilan Hubungan Industrial (PIH).


Ia mengatakan, 22 karyawan kontrak yang kini tinggal sembilan orang yang bekerja di Panorama, sudah meneken isi perjanjian kontrak yang menyatakan mereka tak mendapatkan pembagian service charge, saat masuk kerja sekitar tahun 2003 dan 2004.


Kemudian, dalam perjalanannya karyawan itu mengadu ke PUK SPSI Panorama Regency dan setelah berunding dengan pihak manajemen hotel, akhirnya disepakati mereka mendapatkan service charge.
Sementara itu, Karyawan PT Tjokro Bersaudara, Batuampar juga melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes kenaikan gaji yang terlalu rendah, Selasa (22/5) di pintu masuk perusahaan. Kenaikan gaji tahun 2007 sebesar Rp1.350 berlaku untuk semua pekerja, tanpa membedakan masa kerja. Sebanyak 70 orang karyawan tersebut melakukan aksi mogok kerja sejak pukul 08.30 WIB. (dea/med)