Saturday, January 6, 2007

Kepala Disnaker Menangis

20 Desember 2006
* Pembahasan UMK 2007 Buntu
* Semua Pihak Ngotot Bertahan


Batam, Tribun - Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Drs Pirma Marpaung benar-benar sedih. Gagalnya perundingan UMK antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah membuat mata Pirma tampak merah dan berkaca-kaca.

"Saya sangat kecewa. Kita sudah berusaha agar perundingan tidak deadlock tapi semua pihak bersikeras. Sudahlah ya," ujar Pirma singkat keluar dari ruang rapat UMK di lantai 5 Kantor Wali Kota Batam, Selasa (19/12).

Sebelum benar-benar pergi, ia sempat menambahkan,"Secepatnya Kami akan melaporkan hasil perundingan ini kepada Wali Kota sepulangnya beliau dari luar negeri. Secepatnya pula usula-usulan UMK ini kami sampaikan kepada Gubernur Kepri,"ujarnya.

Sikap Pirma memang tidak seperti biasanya. Pada perundingan UMK sebelumnya, begitu selesai rapat dan keluar dari ruangan, ia tetap tampak ceria dan bersemangat menjawab pertanyaan para wartawan. Tapi perundingan UMK ke-11 atau yang terakhir kemarin yang juga menjadi perundingan terakhir telah membuat lelaki asal Sumatera Utara itu, menahan air mata.

Pihak-pihak yang hadir dalam rapat tersebut adalah Pirma Marpaung selaku Kepala Disnaker Batam yang memimpin rapat, Anto Sujanto perwakilan SPMI, Agus Suswanto dari SPSI, Yanuar Dahlan dan Erik sebagai perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam.

Seusai rapat yang tertutup dari wartawan dan umum tersebut, Yanuar Dahlan menceritakan, pihak Apindo tidak bisa menaikkan lagi angka usulan UMK dari Rp 851.675 atau 4,5 persen dari UMK 2006 yang besarnya Rp 815.000.

Dari serikat pekerja/buruh juga tidak menurunkan usulan angkanya. Dari SPMI dan SPSI tetap bersikeras angka UMK sama dengan angka KHL Rp 1.176.793. Sedangkan SBSI meminta kenaikan 13 persen dari UMK 2006 atau Rp 920.950.

Usulan SBSI tetap diperhitungkan meskipun perwakilannya tidak hadir dalam rapat yang berlangsung singkat itu. "Angka dari Apindo sudah menjadi keputusan final. Kami tidak bisa menaikkan usulan lagi dan perwakilan serikat buruh/pekerja juga tidak bisa menurunkan, maka perundingan tidak bisa dilanjutkan alias deadlock,"ujar Yanuar yang didampingi Erik.

Pasca deadlock-nya perundingan UMK, kata Anto, pihaknya tetap menuntut Gubernur Kepri Ismeth Abdullah untuk tidak menghiraukan usulan Apindo karena usulan tersebut tidak rasional dan sangat jauh dari angka KHL.

"Apindo juga bukanlah representatif dari pengusaha Batam yang mayoritas PMA yang mampu menggaji pekerja sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Kami juga meminta DPRD Batam memanggil Wali Kota Batam karena telah menetapkan keputusan KHL yang tidak sesuai dengan peraturan menteri tenaga kerja,"ujar Anto.

Sesuai dengan mekanisme pemutusan UMK, jika pembahasan UMK di tataran tripartit tingkat kota gagal, maka usulan dari masing-masing pihak (Apindo dan serikat buruh/pekerja) akan disampaikan kepada Gubernur melalui Wali Kota Batam. Selanjutnya, Gubernurlah yang akan menetapkan berapa besaran UMK untuk Kota Batam.

Menanggapi buntunya pembahasan UMK ini, General Manager Kawasan Industri Batamindo John Sulistidjawan, enggan berkomentar banyak. Pihaknya telah menyerahkan kepercayaan kepada Apindo sebagai perwakilan pengusaha baik dari perusahaan dalam negeri maupun perusahaan penanaman modal asing (PMA).

"Sekarang itu kan kebutuhan hidup yang mahal adalah komponen bahan makanan, transportasi, dan perumahan. Untuk transportasi dan perumahan itukan menjadi tanggungjawab pemerintah dalam pengadaannya. Seharusnya pemerintah juga ditekan untuk mengadakan fasilitas tersebut, jangan hanya janji-janji dari tahun ke tahun. Kalau dua komponen itu murah, pekerja juga tidak akan menuntut upah yang tinggi-tinggi. Begitu juga pengusaha jadi bisa merasa lebih nyaman,"ujar John ketika dihubungi Tribun via telepon selulernya.

Ia sangat mengharapkan, demonstrasi tidak lagi dilakukan pekerja. Sebab, efek yang ditimbulkan sangat besar karena membuat para investor tidak nyaman. "Masa setiap tahun harus berdemonstrasi tentang UMK. Investor itu bisa setiap saat hengkang dari Batam kalau kondisi tidak juga kondusif,"tambahnya.

General Manager Kabil Industrial Estate (KIE) Oka Simatupang mengatakan, deadlock- nya pembahasan UMK merupakan bagian dari proses perbedaan pendapat yang mesti disikapi secara damai. Kalau pun pekerja hendak berunjukrasa merupakan hak menyampaikan pendapat.

"Angka yang ditawarkan Apindo kan jaring pengaman agar perusahaan tidak menggaji pekerja di bawah itu. Kalau perusahaan di KIE sendiri terutama PMA yang bergerak di perminyakan tidak mungkin menggaji pekerja dengan UMK pasti di atas Rp 1 juta. UMK kan hanya untuk perusahaan-perusahaan kecil,"kata Oka saat dihubungi melalui telepon selulernya.

Ia menambahkan, pihaknya akan menerima semua keputusan pemerintah dan menyerahkan keputusan besaran UMK sesuai mekanisme yang telah diatur pemerintah. "Kalau kami di KIE tidak ada yang keberatan dengan keputusan pemerintah. Semua perusahaan akan tunduk dengan keputusan pemerintah. Kalau memang pembahasan UMK di tingkat tripartit deadlock, kan bisa diserahkan kepada Gubernur untuk memutuskan. Kalau ada yang keberatan dengan keputusan gubernur nantinya, silahkan tempuh jalur hukum,"terangnya.

Ketua Apindo Abidin Hasibuan mengaku sedang berada di Cina. "Saat ini saya sedang berada di Shenzhen Cina. Hubungi saja juru bicara Apindo," ujarnya melalui pesan pendek.

Wali Kota Teken KHL
Pada tanggal 16 Desember lalu, sebelum Wali Kota Batam Ahmad Dahlan berangkat studi banding ke Shenzhen (Cina) dan Dubai, ternyata telah menandatangani surat keputusan angka KHL Kota Batam. Namun, SK tersebut baru diberikan kepada perwakilan serikat pekarja/buruh serta Apindo saat perundingan UMK kemarin.

Dalam SK tersebut diputuskan bahwa angka KHL Batam adalah Rp 1.026.793. Dalam SK tersebut juga disampaikan bahwa angka tersebut merupakan hasil survei tim yang beranggotakan Dewan Pengupahan Kota Batam yang di dalamnya juga terdapat perwakilan tri partit dan diketuai Badan Pusat Statistik Batam.

Namun, ternyata angka KHL yang ditetapkan Wako, menurut Anto Sujanto masih tidak sesuai dengan peraturan menteri tenaga kerja (Permenaker) nomor 17/MEN/VIII/2005. "Angka yang sesuai dengan permenaker itu Rp 1.176.793 dimana kamar pekerja itu dihitung satu kamar untuk satu orang bukan dua orang. KHL yang di-SK-an Wako itu satu kamar untuk dua orang. Ini tidak sesuai Permenaker,"terangnya.

Untuk itu, lanjutnya, SPMI akan menggugat SK Wako tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Kami akan menggugat SK Wako tersebut,"tegas Anto.(nix)

No comments: