Wednesday, May 16, 2007

Ekspatriat Keluhkan Pajak

Ekspatriat Keluhkan Pajak PDF Cetak E-mail
Rabu, 02 Mei 2007
KPP: Diterapkan Sejak Maret
BATAM (BP)
- Para tenaga kerja asing (ekspatriat) mengeluhkan aturan baru yang diterapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kota Batam. Aturan baru ini mengharuskan setiap ekspatriat membayar Pajak Penghasilan (PPh)22 sebesar Rp2 juta per bulan atau membayar fiskal sebesar Rp500 ribu setiap hendak keluar dari Batam melalui pelabuhan internasional.

Mr Lim, salah seorang ekspatriat di Tanjunguncang mengatakan, aturan ini baru diterapkan tiga bulan terakhir. Sebelumnya, ia tidak pernah dikenakan biaya fiskal setiap pulang ke negaranya di Malaysia. Ia mengaku sudah bekerja di Batam sejak 2003.

Selama itu pula, ia selalu mendapakan kartu tanda bebas fiskal luar negeri permanen khusus Batam. ”Kartu ini setiap tahun diperpanjang. Dari tahun 2003 sampai November 2006 lalu, saya mendapat kartu ini dari Kantor Pelayanan Pajak Batam tanpa dipungut biaya sepeserpun,” katanya.


Namun, kata Lim, saat ia hendak mengurus perpanjangan kartu tersebut, pihak KPP meminta dirinya untuk menyetor uang Rp2 juta sebagai pengganti PPh22 ke Bank Mandiri. ”Atau saya disuruh membayar fiskal sebesar Rp500 ribu setiap ke luar negeri dari Batam. Atau sama dengan warga negara Indonesia pemegang paspor Jakarta dan lainnya,” jelasnya.


Bagi Lim, selama ini ia tidak mendapatkan penjelasan maksimal dari pegawai KPP mengenai penerapan fiskal tersebut. ”Mereka hanya mengatakan saya harus bayar Rp2 juta per bulan atau Rp500 ribu setiap ke luar negeri. Ini yang membuat saya bingung. Hal ini juga terjadi bukan hanya pada diri saya saja tapi juga sebagai besar ekspatriat yang ada di Batam. Mereka pada umumnya mengeluhkan aturan baru ini tanpa dilakukan sosialisasi dan penjelasan terlebih dulu,” paparnya.


Lim juga mengaku, selama ini ia sudah memenuhi semua persyaratan yang diajukan oleh pihak KPP. Setiap pengurusan surat bebas fiskal, ia selalu melampirkan SPT tahunanan pribadi, foto kopi PPh21, surat rekomendasi perusahaan dan foto kopi KITAS/paspor. ”Bahkan saya juga diminta untuk melampirkan surat keterangan gaji dari perusahaan. Dan ini sudah semua saya serahkan ke pihak KPP, tapi anehnya mereka tetap memaksa saya membayar fiskal,” ungkapnya.


Menurut pengakuan Lim, bila aturan tersebut diterapkan cukup memberatkan dirinya yang hanya bekerja sebagai teknisi dengan gaji sekitar 1.800 ringgit Malaysia (Rp4,5 juta). ”Kalau tiap bulan saya setor Rp2 juta, anak dan istri saya makan apa? Tapi pihak KPP tidak percaya bila gaji saya begitu. Mereka bilang gaji saya sampai puluhan juta. Padahal saya sudah buat pernyataan di atas materai dan siap dituntut bila saya memberikan keterangan palsu mengenai gaji saya,” jelasnya.


Lim juga menuturkan, selama ini sebagai warga negara sing yang bekerja di Batam, ia selalu mengikuti aturan yang ada. Tapi kali ini, ia mengaku cukup berat karena setahu dia tidak semua daerah di Indonesia menerapkan aturan seperti ini.

OB Mengaku Belum Tahu
Diterapkannya aturan baru yang mengharuskan setiap ekspatriat membayar PPh22 sebesar Rp2 juta per bulan atau membayar fiskal Rp500 ribu setiap keluar Batam, belum diketahui Otorita Batam (OB) sebagai pihak yang mendatangkan investor asing ke Batam.


”Kita belum tahu dikeluarkan kebijakan baru ini, sampai saat ini belum ada sosialisasi tentang kebijakan tersebut,” kata Kabag Humas dan Publikasi OB, Dwi Djoko Wiwoho, Senin (30/4) lalu.


Selain itu, OB belum mendapatkan laporan atau keluhan keberatan dari tenaga kerja asing yang bekerja di Batam. ”Biasanya jika ada persoalan atau keluhan mereka akan menyampaikan kepada kita, keluhan itu akan kita bicarakan dan kita bahas dengan instansi terkait,” tambahnya.


Meskipun begitu, Djoko berjanji melakukan pengecekan aturan baru ini, sehingga akan diketahui permasalahan yang sesungguhnya.

Telah Lama Diterapkan
Sementara itu, bagian pelayanan PPh KPP mengatakan, ekspatriat memang diharuskan membayar PPh 22 sebesar Rp2 juta per bulan, atau membayar Rp500 ribu tiap kali keluar Batam melalui pelabuhan internasional. Bukti pemotongan Rp500 ribu dapat dikompensasi ke PPh 21/25 orang pribadi.


Menurutnya, peraturan seperti ini telah lama diterapkan dan memang telah menjadi ketetapan KPP Batam . Peraturan ini, katanya, diberlakukan bagi ekspatriat yang PPh 21-nya di bawah Rp2 juta. Sedangkan jika PPh 21 yang dibayar di atas Rp2 juta, KPP baru memberikan kartu bebas fiskal permanen yang berlaku untuk enam bulan.


Meski begitu, pihaknya mengatakan, yang ekspatriat dapat mengklaim pembayaran yang mereka lakukan setiap kali ke luar Batam. Syaratnya, ia harus menunjukkan bukti pembayaran dan meminta ganti pembayaran kepada perusahaan tempatnya bekerja. ”Artinya, sama saja perusahaan yang membayar. jadi tidak perlu ada keluhan ekspatriat, karena mereka tidak dirugikan dengan adanya peraturan seperti ini,” katanya.


Informasi lain menyebutkan, pembayaran sebesar Rp2 juta yang dikeluhkan ekspatriat tersebut dikenal sebagai fiskal bebas yang berlaku permanen (certificate of tax exemption). Adapun syarat untuk memperolehnya setelah dipotong pajak PPh sebesar Rp2 juta. Fiskal bebas yang berlaku permanen tadi sesuai dengan Kep 173 tentang standar gaji orang asing di Indonesia.


Ketika ditanya kapan aturan fiskal bebas yang berlaku permanen diberlakukan, sumber tadi menyebutkan, aturan tersebut pelaksanaannya baru diterapkan sejak Maret lalu. ”Memang baru diterapkan Maret, tapi aturannya tadi sudah ada sejak dulu. Ini merupakan upaya mencari sumber lain dari penerimaan fiskal,” pungkasnya. (amx/bni/cr6/hda)

2 comments:

Anonymous said...

Matchless theme, it is very interesting to me :)

Anonymous said...

The absurd situation has turned out