Wednesday, March 21, 2007

Apindo Tolak Ranperda Naker

Apindo Tolak Ranperda Naker Cetak E-mail
Selasa, 20 Maret 2007
Dinilai Mengancam Dunia Investasi
BATAM(BP) -
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam menolak Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Ketenagakerjaan (Naker) untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Batam. Apindo menilai ranperda itu bisa mengancam dunia investasi di Batam.

”Kalau ranperda disahkan, Batam akan jadi bumi hangus. Industri terancam. Mau jadi apa Batam ini tanpa industri. Siapa yang mau tanggung jawab kalau industri banyak yang tutup,” tegas Ketua Apindo Batam, Abidin Hasibuan kepada Batam Pos, kemarin.


Penolakan Apindo, kata Abidin, sebenarnya sudah lama disampaikan. Bahkan, sudah dua kali melayangkan surat ke Pansus Naker atau Komisi IV, bahwa Apindo tidak akan mengikuti rumusan Ranperda Naker itu. ”Itu sebabnya, Apindo tidak perlu lagi datang memenuhi undangan pansus, karena sejak awal sebenarnya pansus sudah tahu sikap Apindo yang tidak mau ikut rumusan ranperda itu. Jadi saya kecewa sekali dengan pernyataan Karles Sinaga,” katanya.


Aalasan mengapa Apindo menolak hadir dalam pembahasan dan menolak keberadaan Ranperda Naker itu, Bos Sat Nusapersada ini menegaskan, Apindo masih menunggu janji Pemerintah Pusat yang akan menurunkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengupahan, terkait UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Naker.


Selain itu, Apindo juga masih menungu lahirnya regulasi tentang kawasan ekonomi khusus (Special Economic Zone/SEZ) yang hingga saat ini belum jelas kepastiannya. Alasan lainnya, kondisi perekonomian di Batam saat ini sangat memprihatinkan.
Abidin menyebutkan, kondisi industri di Batam dalam keadaan darurat. Perusahan banyak yang tutup. Bahkan, di beberapa media Internasional memberitakan kalau industri yang akan hengkang dari Batam ada enam, salah satunya Livatech yang sudah positif hengkang.


Seharusnya, hengkangnya Livatech cukup menjadi pelajaran penting bagi Batam. Apalagi yang menjadi korban ada 1.300 karyawannya yang kini belum jelas nasibnya. Gaji mereka tidak dibayarkan, tunjangan hari tua (JHT) juga belum dibayarkan, begitupun dengan pesangon mereka.
Ia tak menafikkan, jika hengkangnya Livatech tak terlepas dari sepinya order ke perusahaan itu. Menurutnya, sepinya order ke Livatech maupun perusahaan lainnya, akibat tingginya biaya produksi (high cost) di Batam. Itu terjadi akibat banyaknya oknum yang ”memeras” pengusaha, birokrasi yang seperti hantu, aturan-aturan yang kurang berpihak dan provokasi oknum tertentu sehingga pengusaha dibuat tak nyaman.


Abidin mencium indikasi sindikat yang sengaja mengobok-obok Batam, agar industri yang ada hengkang. Beberapa negara siap menampungnya. Tak hanya itu, harga listrik, air (45 persen lebih mahal) dan komponen produksi lainnya di Batam sangat tinggi dibandingkan Malaysia. Padahal dalam Kepres 17 dikatakan, tidak boleh ada upaya ataupun aturan yang memberatkan dunia usaha. Termasuk birokrasi dan hal-hal lainnya yang memberatkan dunia usaha.


Akibat dari semua itu, perusahaan di Batam semakin sulit mendapatkan order. Pihak yang memberi order berfikir dua kali memberikan order pada industri di Batam, menngingat proses produksi yang membutuhkan biaya yang tinggi. ”Jadi bertobatlah, jangan lagi buat aturan-aturan yang memberatkan dunia industri di Batam,” pinta Abidin.


Alasan mendasar lainnya yang membuat Apindo menolak Ranperda Naker itu, juga tak terlepas dari adanya indikasi muatan politis dibalik ranperda itu. Ia melihat, ada kepentingan politik pada 2009 mendatang, sehingga ranperda ini dijadikan strategi untuk menarik simpati pekerja.


Ia meminta pekerja tidak terpancing dengan ”pembohongan publik” yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mencapai tujuan politiknya dengan menggunakan ranperda sebagai strategi mereka. Beberapa pasal dalam ranperda itu, kata Abidin, juga masih banyak yang kurang berpihak pada dunia usaha, bahkan sangat memberatkan dunia usaha di Batam.
”Pasal 37 misalnya. Di pasal ini, pengusaha diwajibkan menyediakan tempat penitipan bayi untuk karyawan mereka yang memiliki bayi. Pengusaha juga wajib menyediakan rumah dan beberapa komponen kewajiban lainnya,” ungkapnya.

Penitipan Bayi Terlalu Memberatkan
Abidin menilai, kewajiban adanya tempat penitipan bayi terlalu berlebihan dan sangat memberatkan. ”Bagaimana kalau 1.000 karyawan semua punya bayi. Berarti kami harus bangun gedung besar seperti Planet Holiday untuk bisa menampung anak-anak mereka. Ini memberatkan sekali,” tegasnya.


Abidin juga mengecam beberapa kalangan yang sering memprovokasi agar pengusaha takut dan hengkang. Termasuk mereka yang sering mengancam akan menurunkan massa.
Ditanya siapa yang ia maksud, Abidin masih enggan mengatakan secara vulgar. Ia hanya mengatakan, ada 5 orang oknum di dewan dan empat serikat pekerja, dua diantaranya dari Jakarta. Bahkan, ada LSM dari luar negeri yang sengaja mengobok-obok industri di Batam agar hengkang dan ada nengara yang siap menampungnya.


”Mereka itu penghianat bangsa. Kalau saya dapat bukti otentiknya, langsung saya laporkan ke Presiden dan Kapolri dalam waktu dekat ini. Biar mereka ditangkap. Apindo tidak gertak sambal, Apindo sunguh-sungguh, karena ini sudah menyangkut sindikat atau mafia industri,” tegasnya.
”Mereka yang mengaku banyak massa dan mau turun untuk nakut-nakuti pengusaha terkait UMK juga jangan hanya ngomong. Buktikan massa yang banyak itu. Tapi ingat, ini negara hukum. Kalau itu jelas motivnya agar pengusaha takut, maka Apindo tak akan tingal diam,” tegasnya lagi.
Apindo akan meminta pemerintah pusat memberikan shock therapy terhadap oknum-oknum provokator itu dengan menjebloskan mereka ke penjara. Abidin mengatakan, umumnya mereka kaya dan punya banyak mobil, namun terindikasi mobil bodong.


Sebenarnya, kata Abidin, Apindo sudah capek ngomong. Oknum-oknum yang ia maksud masih tetap merajalela. Bahkan, birokrasi seperti hantu, razia ke pengusaha dan berbagai hal yang memicu biaya tinggi masih saja terjadi di Kota Batam. Bahkan, dibuat lagi aturan (ranperda) yang semakin membuat pengusaha menjerit. ”Mereka sudah mati rasa semua,” kata Abidin.


Dalam beberapa bulan terakhir, Apindo mencoba menahan diri. Namun, saat Apindo tak bersuara, semakin banyak upaya yang membuat pengusaha menjerit. Itu sebabnya, Apindo kembali teriak. Sudah menjadi hak Apindo untuk memprotes berbagai kebijakan yang tak berpihak pada dunia usaha. Apindo dilindungi UU dan Keppres dalam hal hubungan industrial. Untuk itu, ia menghimbau pada tokoh masyarakat dan lapisan masyarakat lainnya untuk melawan sindikat (mafia) industri itu.
Abidin juga mengingatkan, anggota DPRD Batam jika ingin membantu buruh, bereskan dulu birokrasi yang seperti hantu itu, tangkap oknum yang sering razia ke pengusaha, berantas korupsi, berantas biaya-biaya siluman, kendalikan harga barang-barang karena upah tak bisa jadi jaminan buruh sejahtera kalau harga tetap melambung tinggi. Dan jangan membuat aturan yang memberatkan pengusaha. ”Burung saja diganggu terbang. Apalagi PMA,” katanya.


Abidin meminta, jangan lagi ada upaya menghancurkan industri di Batam. Cukuplah 1.300 karyawan Livatech jadi korban. Mereka yang sering berteriak soal upah atas nama buruh bertobatlah. Sebab, yang sering teriak itu tak juga bisa mengembalikan pekerjaan 1.300 karyawan Livatech. ”Mari kita jaga Batam bersama-sama,” pintanya.

Jangan Tumpang Tindih
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Nada Faza Soraya mengingatkan agar Ranperda Neker Kota Batam yang tengah dibahas, tidak tumpang tindih dengan aturan yang ada di atasnya. Di samping itu, ranperda juga bisa menjadi win-win solutions bagi pengusaha dan pekerja. Hal tersebut disampaikan Nada F Soraya kepada Batam Pos, Senin (19/3) malam. ”Dalam membuat perda kan harus dilihat UU yang ada di atasnya, jangan sampai Perda yang dibuat itu nantinya tumpang tindih,” katanya.


Khusus mengenai Ranperda Naker Kota Batam yang tengah dibahas, Nada mengingatkan agar ranperda tadi bisa menjadi win-win solutions bagi pekerja dan pengusaha. ”Baik pengusaha maupun pekerja harus sama-sama mendapat manfaat dari Ranperda yang tengah dibahas, itu baru namanya win-win solutions,” tegasnya.


Dalam kesempatan itu, Nada juga mengingatkan agar Ranperda itu juga mengacu kepada kekhususan (lex specialist) yang dimiliki Batam. Lex specialist yang dimiliki Batam pada khususnya dan Provinsi Kepri umumnya, kata dia, dimana 96 persen wilayahnya ada laut. ”Aspek lokalitas yang menjadi kekhususan Batam dan Kepri tadi membuat tanpa SEZ pun, baik Batam, Bintan dan Karimun bisa memakai nilai negara kepulauan. Kita berharap aspek lokalitas yang menjadi kekhususan tadi bisa menjadi acuan Perda,” paparnya.


Pada bagian lain, Nada mengingatkan, agar baik pengusaha maupun pekerja harus sama-sama pintar dalam menyikapi masalah Ranperda Naker tersebut. ‘’Kenapa pengusaha dan pekerja harus smart, ya supaya tidak sampai diadu domba. Pengusaha harus smart (pintar) dalam mengantisipasi dan pekerja juga harus smart sehingga mengetahui kalau mereka menjadi komoditas bagi pihak yang tidak bertanggung jawab,” tambahnya.


Nada juga mengimbau agar pekerja yang akan mencari pekerjaan harus meminta kebijakan perusahaan lebih dulu. ‘’Dengan meminta kebijakan perusahaan lebih dulu sebelum bekerja, maka pekerja melihat apa dan bagaimana sebenarnya perusahaan tersebut?,”cetusnya.
Dalam kesempatan itu, Nada sempat melontarkan usulan menarik agar dalam mencapai win-win solutions baik pengusaha maupun pekerja harus hadir dalam pembahasan Ranperda. ”Kalau tidak suka datang, ya silahkan kirim utusan yang bisa dipercaya baik oleh kalangan pengusaha maupun pekerja,” tambahnya.


Dengan mengirim utusan, Nada menambahkan, bisa didengar secara langsung apa sebenarnya pembahasan yang berlangsung. ‘’Selain bisa mendengar secara langsung, ya mencegah terjadinya adu domba. Namun begitu, jangan sampai ada yang memaksakan kehendak jika tidak ada kesesuaian sebaliknya semua pihak harus melihat UU yang ada,” ujarnya. (hda)

No comments: